Secara harafiah Hoki artinya beruntung. Kata ini berasal dari bahasa Mandarin (dialek Hokkian). Tapi, tahukah kamu jika kata Hoki sebenarnya memiliki makna yang "lebih" dari sekadar beruntung?
Kamu, kamu, dan kamu bisa saja mengartikannya sama. Tapi, keturunan Tionghoa seperti saya tentu lebih memilih Hoki daripada hanya beruntung.
Mengapa?
Karena dalam pemahaman saya, beruntung itu hanya sekadar kebetulan. Berada pada tempat yang tepat, di waktu yang tepat saja. Tidak lebih, tidak kurang.
Tapi, Hoki itu adalah berkah. Tidak semua orang memiliki hak eksklusivitasnya. Harus melalui beberapa syarat dan prasyarat yang tidak mudah. Menjadi orang pilihan di antara sekian banyak manusia di muka bumi ini.
Namun, janganlah bertanya kepada saya apa saja syarat dan prasyarat tersebut. Karena sejujurnya saya pun tidak tahu. Jika masih penasaran, saya hanya akan menjawab satu hal saya - bahwa Hoki adalah hak prerogatif Tuhan.
Tidak heran jika sedari kecil orangtua selalu mengajak saya ke kelenteng di malam tahun baru imlek. Tidak boleh tidak, sebabnya itu adalah tabungan berkah yang dikumpulkan setahun sekali. Memohon kepada dewa-dewi untuk sederet Hoki yang datang menyerta sepanjang tahun.
Itupun bukan sembarang kelenteng. "Harus yang benar-benar manjur, berisikan dewa-dewi berpetuah," begitu kata mama.
Tapi, meskipun doa sudah dipanjatkan dengan sepenuh hati, papa masih belum puas juga. "Harus ada jawaban dari surga," demikian katanya.
Caranya? Harus ada yang menegaskan. Biasanya sih lewat ciam-si di Kelenteng, atau orang pintar yang paham Fengshui. "Anda akan hoki di tahun ini," sebuah pernyataan yang sudah lebih dari cukup untuk setahun.