Tulisan ini tidak bermaksud menentang kebijakan Mendikbud tentang SPK (Satuan Pendidikan Kerjasama), atau memprotes sekolah-sekolah swasta yang bermitra dengan lembaga pendidikan asing. Tidak begitu, pendidikan itu penting.
Tentunya kemajuan sebuah bangsa berkorelasi erat dengan pendidikan rakyatnya. Mencontohi kesuksesan negara lain adalah hal yang wajar. Mempelajari Bahasa asing sejak dini juga bagus, agar anak Indonesia dapat bersaing di dunia internasional.
Namun, apa yang terjadi jika anak-anak menjadi terlalu pintar berbahasa asing, sehingga mereka kurang lagi menguasai bahasa Indonesia?
Inilah yang sering kudapatkan dalam keseharian...
"Halo Jeniffer, apa kabar?" ujarku kepada anak sepupuku yang sudah lama tidak bertemu.
"I am fine uncle," ujarnya. Sekilas diriku bisa melihat hidung mamanya kembang kempis di hadapanku.
Belum merasa puas, si ibu lalu bertanya kepada anaknya dalam Bahasa Inggris. Si anak lalu menjawab dalam Bahasa Inggris yang sempurna. Kali ini giliran hidung saya yang kembang-kempis.
Sepuluh tahun kemudian, saya bertemu kembali dengan Jenniffer. Ia sudah tumbuh menjadi anak remaja yang manis, ceria, dan terpelajar.
"Halo Jennifer, apa kabar? Bagaimana sekolahmu, bla bla bla..." kali ini pertanyaanku lebih panjang.
Si Jeniffer menjawab ceria, sopan, lancar, dan tetap dalam bahasa Inggris. Saya sih tidak masalah, karena paham bahasa Inggris.