Disklaimer: Tulisan ini tidak mendukung salah satu calon dalam kontestasi pilpres 2024. Penulis juga tidak memiliki tendensi politik tertentu. Pemikiran pada artikel ini murni adalah opini pribadi.
**
Akhir 2021, penulis menghadiri Munas Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) di Jakarta. Dalam kesempatan itu, penulis berkesempatan bertemu dengan beberapa tokoh nasional. Di antaranya adalah Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Penulis duduk bersama dengan delegasi dari kota Makassar. Sebelum Anies memasuki ruangan, seorang teman berkata sinis, "Ah saya tidak mau berfoto dengannya!"
Saya hanya tersenyum, karena saya tahu jika ia adalah emak-emak dari kaum Ahokers sejati. Ia masih belum bisa move-on dari kejadian pilpres 2017 silam.
Memang sih, kawan saya itu bukan warga DKI, namun peristiwa penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama masih membekas dalam dirinya.
Tak lama kemudian, entah siapa yang memulai, salah satu dari kami mengajak seluruh delegasi dari Makassar berfoto dengan Anies. Saat itu, Anies sedang duduk makan malam dengan para petinggi organisasi.
Saat kawan saya menyapa Anies, ia sama sekali tidak keberatan. "Oh, bisa. Apa sebaiknya saya berdiri saja ya, biar semua seimbang," demikian kira-kira yang terucap.
Syahdan, kami pun berdiri bersama di atas panggung dan acara jeprat-jepret berlangsung meriah. Saya baru sadar, ternyata kawan yang baru saja mengucapkan sumpah setianya, berdiri pas di sampingku.
"Loh...?" Aku pura-pura heran.