Setiap orang dapat dengan enteng berkata, "pada akhirnya kita semua akan mati." Tapi, apakah kita semua siap untuk mati sekarang?
Tidak bisa dipungkiri jika kematian memang menakutkan. Terlebih lagi bagi para pengidap Necrophobia. Alias ketakutan terhadap benda-benda yang berhubungan dengan mayat. Seperti kain kafan, gambar hantu, hingga peti mati.
Ketakutan ini kemudian berkembang menjadi berbagai jenis penyakit jiwa lainnya.
Namun, bagi mereka yang stres, usaha mencari kematian justru kadang yang menjadi pilihan. Berusaha untuk bunuh diri karena itu dianggap sebagai sebuah solusi.
Nah, untuk mengakomodasi stress akibat kedua hal ini, ada sebuah terapi yang sedang digandrungi oleh banyak orang di berbagai negara.
China
Terapi tidur di dalam peti mati sedang populer di China. Ditawarkan oleh sebuah klinik psikoterapi di sana. Tujuannya untuk mengatasi stress. Diharapkan para pasien akan merasa lebih baik setelah bangkit dari "kematian".
Sebuah ruangan seluas lima meter persegi menjadi tempat "eksekusi". Peserta diminta menulis pesan terakhir. Langkah selanjutnya adalah masuk ke dalam peti mati dengan wajah yang ditutup secarik kain putih.
Untuk menghantar jiwa ke "alam baka", lagu-lagu prosesi jenasah pun dilantunkan. Tapi, tidak pakai lama. Hanya lima menit saja. Tangisan bayi menjadi petanda bahwa si pasien telah kembali "lahir".
Apakah efektif? Yang pasti pesertanya sudah mencapai angka ribuan. Dan banyak di antara mereka yang mengaku jika terapi ini benar-benar bisa mengubah mereka menjadi orang yang baru. Konon hidup terasa lebih berharga.
Ukrainia
Adalah Stepan Piryanyk yang memulainya. Sang pengrajin kotak menemukan ide tersebut dari kebiasaan neneknya sendiri.