Sebuah tulisan beredar di Kompasiana beberapa saat yang lalu, judulnya Ketika Burung Suami Mati.
Entah mengapa Acek langsung berpikiran ngeres saat membaca tulisan yang biasanya tersimpan pada kanal humor. Tapi, eh... penulisnya Kompasianer serius. Langsung lah Acek lemas.
Pikiran ngeres ini Acek harap ada pada kamu, kamu, kamu, dan kamu juga. Sebabnya memang itu esensinya.
Burung sering diasosiasikan dengan penis, dan penis sering disebut burung, meskipun burung sendiri tidak punya penis.
Analogi ini tak terbantahkan, meskipun ada yang mengatakan "punyaku mirip roket, gagah perkasa!" Gak berlaku, "burung" adalah burung!
Adapula mungkin yang malu-malu kucing. Ia pun berkata (sambil berbisik), "punyaku mirip jempol." Gak berlaku, "burung" adalah burung!
Sebabnya istilah ini sudah berlaku sejak ratusan tahun lalu dan juga berlaku di seluruh dunia. Di negeri Paman Sam misalkan, penis disebut "Cock" alias ayam jantan.
Begitu pula bahasa Spanyol, Paloma yang artinya Merpati, Pajaro (burung), Polla (ayam), dan Pavo (kalkun).
Di Jawa namanya manuk, meski ada juga istilah cucak ruwo, tapi ini juga jenis burung.
Kapan persisnya istilah ini digunakan? Tidak ada literatur yang tepat, meskipun ada yang mengatakan "burung" resmi jadi burung sejak abad ke-12 di Jerman. Tapi, tidak usah peduli. Pokok e "burung" adalah burung!