Irawan Soejono adalah nama Indonesia. Tapi sejak tahun 1990, nama tersebut menjadi Irawan Soejonostraat, alias Jalan Irawan Soejono. Tepatnya di kota Amsterdam Belanda.
Irawan bukan pahlawan nasional. Tapi, ia adalah mahasiswa Indonesia yang tewas membela kemanusian, melawan pendudukan NAZI di Belanda.
Pada tahun 1930, saat masih berusia 10 tahun, Irawan pindah ke Den Haag, mengikuti jejak ayahnya R.A. Ario Soejono yang ditugasi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk belajar di Belanda.
Setelah tamat dari Sekolah Menengah, Irawan lanjut belajar Sosiologi di Universitas Leiden. Di sana ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI).
Pendudukan NAZI di Belanda pada tahun 1940 membuat hidup porak-poranda. Begitu pula dengan nasib para mahasiswa Indonesia. Mereka tidak bisa bersekolah, tidak bisa juga kembali ke kampung halaman.
Tiada pilihan lain. Menyerah kepada nasib atau melawan fasisme. Irawan memilih jalan kedua. Bukan karena Belanda, tapi karena cintanya pada Indonesia.
Fasisme dianggap hambatan bagi kemerdekaan Indonesia. Semboyan PI pun menjadi "Eerst Nederland bervridjen, dan Indonesie" (Bebaskan Belanda dulu, baru kemudian Indonesia.)
Ada tiga jenis perlawanan yang dilakoni oleh para Mahasiswa Indonesia di Belanda, yakni; Berperang di garis depan, Perlawanan dengan pena, dan menyelamatkan anak Yahudi.
Irawan melakoni ketiga-tiganya. Bersama Rachmad Kusumobroto dan Slamet Faiman, ia mencari persembunyian bagi anak-anak Yahudi.
Irawan juga bertempur di garis depan. Ia adalah anggota Satuan Bela Diri Indonesia bernama Resimen Suropati. Dibentuk khusus melawan pasukan Belanda bentukan NAZI.