Jenderal Ahmad Yani. Kita mengenal beliau sebagai pahlawan revolusi. Gugur pada saat pemberontakan G30S PKI. Logikanya sederhana. Beliau adalah Menteri / Panglima Angkatan Darat pada masa itu. Pucuk pimpinan tertinggi militer AD yang menjadi musuh PKI.
Tapi, bagaimana jika ternyata Jenderal Ahmad Yani memiliki peluang untuk selamat? Ini sekelumit kisah di balik gugurnya sang pahlawan revolusi.
Ahmad Yani diangkat menjadi Kasad pada 1962. Menggantikan Jenderal Nasution yang dinilai tidak sejalan. Khususnya dalam mencampuri urusan pribadi presiden Soekarno.
Baca juga: Perselisihan Jenderal Nasution dan Hartini, Istri Kedua Soekarno yang Berbuntut Penyesalan.
Secara jabatan, Nasution mendapat posisi yang lebih tinggi. Sebagai Kasab (Kepala Staf Angkatan Bersenjata). Namun, secara wewenang, ia dikebiri. Urusannya hanya masalah administrasi saja.
Sebelum mengangkat Ahmad Yani, Soekarno meminta Nasution untuk memberikan sejumlah nama pengganti yang diusulkan.
Dasarnya benih kejengkelan terlanjur muncul di kepala Soekarno. Nasution memberikan beberapa nama perwira tinggi TNI AD. Semuanya ditolak Soekarno.
Nama Jenderal Ahmad Yani akhirnya masuk dalam daftar kedua. Ia masih sangat junior dibandingkan dengan nama pada pengajuan pertama. Berpangkat Mayor Jenderal dan bertugas sebagai Kepala Staf Gabungan Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat.
Soekarno memilihnya. Sang Proklamator senang dengan sosok Ahmad Yani. Saat operasi Trikora, hampir setiap saat Ahmad Yani rapat dengan Soekarno di Istana Negara.
Yani memiliki kelengkapan yang dibutuhkan Soekarno. Ia pandai membawa diri, pintar berbicara, berwibawa, dan perlente. Soekarno menyenangi sang Jenderal.
Setelah diangkat menjadi Kasad, hubungan keduanya semakin akrab. Soekarno sering mengajak Yani dalam kunjungan kepresidenan ke daerah. Juga selalu diajak berdiskusi mengenai urusan politik.