Singapura dikenal sebagai negara aman. Penduduknya hidup damai tanpa kekerasan. Namun, citra ini pernah tercoreng pada tahun 2009 lalu. Penyebabnya adalah kematian seorang mahasiswa prodigi asal Indonesia, David Hartanto Widjaya.
Ia merupakan mahasiswa Indonesia jurusan Teknik elektro, Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
Media di Singapura ramai memberitakan kasus pemenang Olimpiade Matematika 2005 ini. Depresi setelah skripsinya ditolak dan beasiswanya dicabut adalah dugaannya. Padahal tiga bulan lagi ia lulus.
Sebelumnya, ia juga disebut menyerang dosen pembimbingnya, Chan Kap Luk. Sebelum akhirnya ia bunuh diri dengan meloncat dari lantai 4 gedung kuliahnya.
Pihak keluarga jelas menolak anggapan bahwa David meninggal karena bunuh diri. Selain pribadinya yang ceria dan jauh dari kesan depresi, sejumlah kejanggalan juga ditemukan baik dari pengakuan para saksi, pihak NTU, kepolisian Singapura, maupun pengadilan.
Reka autopsi ahli forensik DNA Universitas Indonesia, dr. Djaja Surya Atmadaja menjadi salah satu dasar. Mereka menemukan sejumlah kejanggalan. Luka yang ditemukan adalah bekas penganiayaan benda tajam, bukannya terjatuh. Jelas mengarah bahwa David tidak bunuh diri.
Luka di bahu belakang. Bagian ini jelas bukan sasaran yang tepat bagi orang yang ingin bunuh diri. Di lengan sebelah kanan juga terdapat banyak luka yang menggambarkan tangkisan tangan pada saat diserang benda tajam.
Paha sebelah kiri ada tulang patah spiral yang hanya akan terjadi bila dipelintir. Bukan akibat terjatuh. Ini juga menimbulkan kecurigaan bahwa David diserang lebih dari satu orang.
Selain itu, dr. Djaja juga menemukan kejanggalan lain di posisi terjatuhnya David. Di atas gedung tersebut ada pagar setinggi 1,5 meter. Dengan kondisi kaki yang patah, tidak mungkin David naik ke atas pagar dan melompat sendiri. Lagipula, posisinya terjatuh dari tempat dia terjun jauh ke arah depan.
"Seperti dilempar, bukan terjatuh," ungkap dr. Djaja dikutip dari sumber (kumparan.com).
Lim Chin Chin, saksi ahli yang merupakan peneliti Forensik Singapura juga memberi keterangan senada. Nyaris semua bercak darah yang ditemukan di ruangan kantor Chan Kap Luk adalah milik David. Sementara bercak darah Professor Chan hanya terdapat di satu tempat di lantai dekat meja komputer.