Ujung Pandang awal tahun 1950
Seorang anak lelaki berusia 14 tahun duduk di belakang rumahnya. Sesekali ia mengintip dari balik tembok. Beberapa tentara sedang rapat di ruang tamu. Mereka dipimpin oleh seorang perwira. Badannya tegap seperti aktor laga Hollywood. Wajahny tampan rupawan. Pangkatnya Letnan Kolonel
Sesekali sang perwira menyapa si bocah. "Bagaimana kabarmu, nak?"
Sang bocah hanya menjawab seadanya. Ia sungkan dengan sosok yang diam-diam dikaguminya. Meskipun sang perwira telah menganggap si bocah sebagai anaknya sendiri.
Ujung Pandang 3 September 1950
Sang bocah panik. Ia berlari ke markas Brigade Mataram yang terletak di depan rumahnya. Ayahnya terkena serangan jantung pada saat salat Isya.
Sang perwira datang dengan seorang dokter. Sayangnya, ayah sang bocah tak terselamatkan lagi. Ia wafat pada malam itu. Sang perwira sudah menganggapnya sebagai saudara sendiri. Ialah yang menutup mata ketika sang ayah wafat.
**
Tak ada yang pernah menyangka, kejadian di Ujung Pandang (kini Makassar) adalah salah satu sejarah penting bangsa ini. Sepenggalan kisah dari pertemuan awal dua orang nomor satu negeri ini.
Perwira itu bernama Soeharto, Presiden ke-2 RI dan sang bocah tiada lain adalah B.J. Habibie, Presiden ke-3 RI.
Sejak saat itu hubungan erat terjalin.