Ia divonis atas hal yang tak pernah dilakukan. Saksi meringankan tak pernah digubris. Upaya bandingnya ambyar. Kasasinya ditolak.
Tapi, ia terus bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah. Bahkan setelah dibebaskan pada saat presiden BJ. Habibie berkuasa.
Namanya Muhammad Siradjuddin. Ia bukanlah koruptor yang tertangkap OTT. Profesinya adalah dukun. Konon bisa melipatgandakan uang.
Cukup menjadi alibi kuat. Atas vonis seumur hidup yang diterimanya. Semuanya terjadi di era orde baru. Dimana "perintah" adalah hukum.
**
8 September 1986. Sebuah mobil sedan putih berhenti di tepi jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan. Plat nomornya B-1911. Di dalamnya terbujur kaku mayat seorang wanita. Lima luka tembakan di sekujur tubuhnya.
Wanita itu adalah Ditje Budiarsih. Seorang model kondang. Asal kota kembang.
Surat Kabar Ibu Kota dan daerah ramai mewartakannya. Disebut sebagai pembunuhan terheboh tahun 80an. Tidak perlu waktu lama bagi polisi menentukan pesakitan. Muhammad Siradjuddin alias Pak De dituduh sebagai pelaku.
BAP menyebutkan Ditje menitip uang sebesar sepuluh juta. Konon bisa disulap menjadi ratusan juta. Namun, uang sudah terlanjur ludes. Akhirnya Pak De nekat membunuh Ditje.
Pak De jelas membantah. Di Pengadilan Negeri Jakarta ia mengaku. BAP ditandatangani karena tak tahan siksaan. Termasuk anaknya sudah patah rahang.
Pak De beralibi. Saat pembunuhan terjadi ia sedang berada di Susukan. Perjalanan ke Jalan Dupa tidak mungkin ditempuh satu jam. Ia juga mengatakan Ditje laksana anak baginya. Tak mungkin dirinya sekejam dikira.