Lihat ke Halaman Asli

Acek Rudy

TERVERIFIKASI

Palu Gada

Liem Koen Hian, Keturunan Tionghoa yang Memperdjoeangkan Kewarganegaraan Indonesia

Diperbarui: 10 November 2020   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liem Koen Hian (sumber: amp.tirto.id)

Sejarawan Didi Kwartanada melihat bahwa, "peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi momen baru untuk bebas dari belenggu penjajahan. Namun kemerdekaan tak serta-merta dirasakan dengan kebahagiaan untuk orang-orang Tionghoa."

Sejarah bangsa tidak terlepas dengan proses asimilasi bangsa Tionghoa, Arab, dan juga India di republik ini. Di satu sisi, sebuah tatanan baru tentang kedaulatan. Di sisi lain, keresahan sebagai minoritas dan status kebangsaan.

Pemikiran ini terbentuk bukan tanpa alasan. Kaum penjajah menempatkan mereka sebagai golongan "timur asing." Posisi tanggung yang berada di antara orang-orang Belanda dan Bumiputera.

Sebagai golongan timur asing, kalangan Tionghoa sendiri juga terbagi tiga golongan dalam pergerakan menuju cita-cita berbangsa. Ada yang berkiblat ke negeri leluhur, ada yang berpihak kepada pemerintah Hindia Belanda, dan ada yang menuju kepada Indonesia Merdeka.

Mereka yang berada pada golongan ketiga, juga memiliki kontribusi yang cukup besar dalam sejarah revolusi bangsa, meskipun jarang terdengar. Salah satunya adalah Liem Koen Hian.

Sejak kecil ia telah menunjukkan sifat yang agresif dalam membela ketidakadilan. Ia sangat idealis, tidak suka melihat ketimpangan dalam masyarakat, dan tidak segan dengan lantang mewujudkan pendapatnya.

Pria kelahiran Banjarmasin, 3 November 1897 ini, bahkan dikeluarkan dari ELS (Europeesche Legere School) karena menantang gurunya orang Belanda berkelahi.

Pada usianya yang ke-18, Liem merantau ke Surabaya. Di sana ia bekerja sebagai wartawan di surat kabar Tjhoen Tjioe. Liem menemukan gairahnya sendiri, dan kiprahnya di dunia jurnalis kemudian membuat ia menerbitkan sendiri bulanan Soe Liem Poo di tahun 1917, mengasuh Sinar Soematra (1917-1923) di Medan, kembali ke Surabaya dan bergabung dengan koran Pewarta Soerabaja (1921-1925), mendirikan harian Soeara Poeblik (1925-1929), hingga menjadi pimred surat kabar Sin Tit Po (1929-1932).

Sejak 1928, Liem telah memiliki keinginan yang besar untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Idenya ini banyak terpengaruh dari mentor politiknya, dr. Tjipto Mangunkusumo. Ia menganggap bahwa nilai luhur kemerdekaan dapat menyatukan sekelompok orang ke dalam satu entitas, satu bangsa, tanpa memandang suku, ras, dan agama.

Di tahun 1928, ia menuliskan ide kebangsaannya "Indisch Burgesrchap" atau "Indonesierschap" yang berarti Kewarganegaraan Indonesia. Isinya berbunyi;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline