Setiap keyakinan mengajarkan bahwa beramal adalah bagian terpenting dalam kehidupan. Selain berbuat kebaikan bagi sesama, zakat, menyumbang, berdana, perpuluhan, atau apapun namanya adalah suatu hal yang dijanjikan akan datang berkali-kali lipat.
Seorang kawan, bahkan menghitung jumlah perpuluhan yang telah dikeluarkan, dan membandingkan dengan jumlah 'cuan' nya.
"Masih kurang, Rud. Ya, selisihnya anggap saja harga imanku, wkwkwkwkwk."
Emang kelihatan konyol, tapi bukankah itu yang sering kita lakukan? Pikiran pertama pada saat menyumbang adalah "aku akan menerima rezeki yang lebih besar." Bedanya, Anda hanya tidak sedetail sang kawan saja.
Tidak ada yang salah, agama apapun bahkan sering membandingkan apa yang akan diterima dengan jumlah pemberian. Dalam ajaran agama Buddha, memberikan sepiring nasi kepada kucing kelaparan, tentu lebih kecil manfaatnya, dibandingkan dengan sepiring nasi kepada manusia.
Sebabnya, kucing yang kekenyangan, tidak bisa memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan manusia yang sehat.
Namun, apakah berkah yang diterima dalam sebuah amalan, ada algoritmanya, sehingga para saintis dapat membuat sebuah rumus ekonominya?
Menyumbang seribu rupiah akan memberikan hadiah berupa: 1) traktiran gratis dengan nilai seratus ribu rupiah, atau 2) pujian dari bos sebanyak dua kali, atau 3) ciuman di pipi dari sang kekasih selama dua detik.
Jika iya, bukankah hidup akan lebih indah, dengan semakin lancarnya transaksi amal-beramal yang berseliweran di dunia?
Tentu tidak mungkin, karena beramal bukanlah sebuah tindakan yang bisa diperhitungkan.
Namun, ada beberapa hal yang bisa dihitung, untuk melihat seberapa besar manfaat yang akan diterima dalam sebuah perbuatan amal.