Sebagai orangtua, kita sering dikejutkan dengan pernyataan dari anak yang masuk dalam kategori milenial. Seperti pada video youtube yang sering didengarkan oleh Ryu-Kahn, pada saat ia sedang susah tidur.
Konten yang menyajikan bunyi makan keripik, berbisik-bisik tidak jelas, bahkan hanya sekedar membalik-balik halaman buku, adalah konten yang belum pernah penulis lihat sama sekali.
ASMR Namanya atau kepanjangan dari Autonomous Sensory Meridian Response, atau bahasa sederhananya adalah head tingles atau dalam bahasa Indonesia adalah 'menggelitik kepala'.
"ini mah gak ada apa-apanya, Ryu... ". Ujarku tanpa adanya kekaguman dari hobi sang anak ini.
"Coba deh, pas kalau susah tidur, pa, pasti enak".
Namun ternyata fenomena ASMR ini tidak lantas membuatku tidur nyenyak. Sebabnya ketergantungan terhadap sebuah kebiasaan sebelum tidur, biasanya adalah hal yang tidak bagus.
Saya mengingat bagaimana sewaktu kecil dulu, ketergantungan terhadap dongeng sebelum tidur, sering membuat mama repot. Pokoknya kalau dak ada dongeng, gak bisa tidur.
Ini belum termasuk kekhwatiran terhadap resonansi suara yang katanya bisa merusak otak pada frekuensi tertentu atau bahkan lebih parah lagi, menimbulkan kecanduan. Oh, jadinya serba salah, deh.
Pagi ini, riset terhadap ASMR pun dimulai. Semangat terasa besar, karena bisa menjadi bahan untuk artikel berikutnya di Kompasiana.
Konon kabarnya, suara yang ditimbulkan dari ASMR bisa berupa sensasi yang menenangkan. Pendengar merasakan hangat, kesemutan, dan perasaan tergelitik, meskipun Ryu-Kahn hanya menjawab "pokoknya enak deh, pa!"
Meskipun tidak semua orang menyukai suara menggelitik ini, namun popularitas ASMR dibuktikan dengan penemuan 216.000.000 hasil (0,66 detik) jika anda mencari kata kunci 'Video ASMR' di laman Google.