Saat ini tidak ada kata serapan yang lebih populer dari kata "Anjay". Menjadi viral akibat 'sulapan' Komnas PA yang mengeluarkan seruan penghentian penggunaan kata tersebut.
Bukan hanya itu, pasal pidana dan kurungan penjara pun menyertai dalam larangan. Hiii.... Ngeri banget!
Dalam dunia tak terbatas, penggunaan internet telah melahirkan netizen-netizen yang sangar. Kecele dikit aja, masalah sepele akan jadi goreng lele, apalagi jika lelenya dibikin sate. Mampus deh!
Pepatah yang mengatakan "akibat nila setitik, rusak susu sebelanga." Keadaan ini lah yang dialami oleh Komnas PA saat ini. Nah, daripada berkecamuk dalam pusaran 'Anjay' yang sakral, marilah kita membahas masalah ini dengan ringan tanpa diberat-beratkan.
Saya kembali mengenang masa kecil, dimana sumpah serapah dan caci maki adalah hal yang umum terselip dari mulut yang masih lugu. Tentunya tidak enak didengar plus rasa malu pada ibunda yang dipikir 'gak becus nyantroni anak.'
Akhirnya, dengan strategi yang cerdas, sang ibunda kemudian menelurkan jurus mautnya, 'Bikin Takut-takut.'
"Eh, kalau kamu bilang lagi kata 'S**al' nanti ada setan yang datang ambil ko", ujar mama dengan mata melotot meniru gaya setan.
Pun halnya dengan kata 'Batitong', sejenis hantu Kuyang dalam masyarakat Tana Toraja. Mba Maria, pengasuhku pada zaman masih ngompol dulu, sering menakut-nakuti dengan mendengungkan suara hantu ini jika saya tidak menuruti perintahnya.
Akhirnya 'Batitong' pun selalu menjadi kata yang efektif bikin aku ngompol di celana, kala itu.
Anjay sebagai kata yang dilarang ini, tidak akan efektif membuat anak kecil lari terbirit-birit dengan hanya membuat undang-undang dan hukuman penjara.
Anak-anak harus diajarkan agar kata ini memiliki makna yang lebih sadis dari kata Anjrit, Anjir, bahkan Anjing itu sendiri. Akan tetapi, apakah mudah membuat anak kecil untuk tidak mengucapkan kata ini?