Pada tahun 2011 yang silam, di Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, seorang pemuda bernama RL diculik oleh Kakar Tana, atau mahluk halus yang memiliki "posisi" dalam kepercayaan masyarakat Manggarai.
Sebagaimana legenda yang beredar, sosok Kakar Tana disebutkan sebagai mahluk halus yang memiliki sisi baik dan juga jahat.
Kisah penculikan pemuda RL disebutkan sebagai salah satu kasus kegemaran Kakar Tana yang kurang sopan. Bagaimana tidak, entah karena sisa-sisa hasrat duniawi atau demi ritual surgawi, sang pemuda yang diculik kemudian dijadikan obyek seksual dalam keadaan tidak sadar.
Kisah ini telah ditulis oleh Kompasianer Reba Lomeh (RL) dalam artikel: Sisi Jahat "Kakar Tana", Menculik dan Melampiaskan Nafsu Seksualnya kepada Manusia. (Wkwkwkwk)
Bukan hanya di Manggarai Barat, kita sudah cukup sering mendengarkan kisah penculikan manusia oleh mahluk halus. Cerita-cerita ini sudah beredar di masyarakat, bahkan jauh sebelum buyut lahir di Nusantara.
Dua tersangka utama dalam kisah penculikan adalah Wewe Gombel yang dikabarkan sering menculik anak kecil, dan Genderuwo yang konon gemar menculik gadis untuk dipersuntingkan.
Apakah Kakar Tana sebenarnya adalah sosok yang sama dengan Genderuwo atau Wewe Gombel? Atau mungkin para mahluk halus memiliki komunitas internasional yang sering bertukar ide?
Sebabnya, susah untuk memahami bagaimana drakula yang gemar menghisap darah di Eropa, memiliki sepupu di China yang bernama Jiang-Shi, dan juga di Indonesia yang bernama Banaspati.
Hantu susah dibuktikan secara kasat mata, namun unsur kebudayaan yang melatar belakangi kisah hantu di berbagai daerah ini dapat diusut.
Menurut Sunu Wasono, pengajar sastra Indonesa di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), cerita hantu mencerminkan pandangan atau kepercayaan masyarakat yang bersinggungan dengan kehidupan dan kematian.
Konsep kematian sendiri terbagi dua, yaitu mati secara wajar karena usia tua, dan mati penasaran, seperti kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri.