Lihat ke Halaman Asli

Acek Rudy

TERVERIFIKASI

Palu Gada

Mengenal Enny Arrow, Mengenang Literasi Esek-esek Zaman Bapakmu

Diperbarui: 15 Agustus 2020   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Enny Arrow | Ilustrasi: Majalah Hai Via intisari.grid.id

Tahu ngga bedanya remaja zaman kolonial dan milenial itu apa? Yang era kolonial pasti pernah bersinggungan dengan karya literasi seorang pujangga terbesar di zamannya, yaitu Enny Arrow.

Bagi milenial, khususnya yang baru belajar ingusan, Enny Arrow itu adalah novelis esek-esek yang paling produktif di zaman bapak kamu. Jadi setelah selesai membaca artikel ini, boleh tuh minta ke bapak kamu, siapa tahu saja dia masih menyimpan satu atau dua buku ini.

Foto Novel Enny Arrow (sumber: redaksiindonesia.com)

Nah, yang penasaran gimana kisah bapakmu dan buku ini, penulis kasih sedikit cerita ya,

Selesai sekolah, bapakmu pergi ke warung rokok dan membeli sebotol air soda. Sambil melepas dahaga, ia membuka-buka buku TTS sambil celengak-celenguk menunggu warung sepi, "bang ada stensilan gak?"

Buku ini biasanya dibaca pada malam hari, di saat semua orang sudah terlelap, atau diselipkan di buku pelajaran sekolah supaya nenek kamu terkecoh. Biasanya juga dibawa ke sekolah dan dibaca di pojokan bersama dengan om-om yang baru belajar merokok.

Beginilah sekelumit kisah bapakmu dengan stensilan Enny Arrownya. Hal ini juga dibenarkan oleh sebuah survei yang pernah dilakukan oleh majalah Men's Health pada tahun 2003.

Survei yang berisi pertanyaan, "darimanakah sumber pengetahuan mereka tentang seks?" Hasilnya sebanyak 17.2% yang menjawab dari karya Enny Arrow. Tentunya, yang disurvei rata-rata remaja seusia bapakmu.

Pasti pembaca bingung, di zaman orde baru yang terkenal ketat, kok bisa ya, masih ada saja karya esek-esek yang lolos sensor? Masalahnya, siapa sebenarnya Enny Arrow pun tidak diketahui oleh pemerintah Orde Baru.

Diambil dari sumber, Enny Arrow adalah nama pena dari seorang wanita yang bernama Enny Sukaesih Probowidagdo, yang lahir di Hambalang, Bogor pada tahun 1924 dan meninggal di tahun 1995.

Karirnya sebagai jurnalis lahir di saat Republik ini belum terbentuk. Ia sempat direkrut menjadi salah satu propagandis Heiho dan Keibodan. Pada masa revolusi kemerdekaan, Eni bekerja di harian Republiken dan mewartakan pertempuran rakyat melawan penjajah di sekitar Bekasi.

Peristiwa G30S di tahun 1965, membuat suasana politik menjadi tidak kondusif. Hal ini yang kemudian membuat Eni berkelana ke Filipina, Hong Kong, sebelum akhirnya menetap di kota Seattle, negara bagian Washington, Amerika Serikat pada bulan April 1967.

Gaya jurnalis Eni banyak terpengaruh oleh gaya kreatif Steinbeck di negeri ini. Ia penah menghasilkan beberapa literasi yang dikirim ke beberapa penerbit dan koran ternama di Amerika Serikat, salah satu karya novelnya yang sempat terkenal berjudul "Mirror Mirror."

Pada tahun 1974, Eni kembali ke Jakarta dan bekerja sebagai seorang copy-writer. Selama bekerja di perusahaan asing ini, Eni memiliki banyak waktu untuk menerbitkan karya novelnya.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah "Kisah Tante Sonya" yang mampu mengalahkan popularitas "Ali Topan Anak Jalanan" karya Teguh Esha yang cukup terkenal di saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline