Mungkin banyak hal yang terlupakan di tengah pandemi, termasuk pemilihan umum (pilihan raya) di negeri tetangga Singapura.
Membosankan mungkin kata yang tepat, sebabnya negeri tetangga ini terkenal dengan prahara politik yang itu-itu saja, alias "apa kata keluarga Lee"
Namun pada even besar tahun 2020 yang diadakan 5 tahun sekali ini, telah membawa sedikit turbulensi bagi negaranya.
Seperti yang kita ketahui bersama, Lee Kuan Yew adalah tokoh sentral negeri singa ini, sebagai bapak pendiri bangsa dan juga Perdana Menteri pertama yang berkuasa selama 31 tahun (1958-1990).
Lee Kun Yew dilantik sebagai Perdana Menteri pada tanggal 5 Juni 1959 melalui Partai Aksi Rakyat (PAP) yang mendukungnya.
Sejak dilantik, ia mulai membangun, mengadakan pembaruan dan reformasi di berbagai bidang untuk rakyatnya dan juga mencanangkan Federasi Malaysia yang beranggotakan Malaya, Singapura, Sabah, dan Serawak.
Melalui referendum yang menghasilkan 70% dukungan rakyat yang memilih bergabung dengan Malaya, terbentuklah Federasi Malaysia pada tahun 1963.
Namun sayangnya, nasib berkata lain setelah partai penguasa di Malaya, Organisasi Malaya Bersatu (UMNO) merasa khwatir dengan pengaruh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang mulai menembus Malaya dan menjamurnya etnis Tionghoa di negara mereka.
Ketegangan mulai memuncak setelah terjadi bentrokan antar etnis Malaya dan Tionghoa pada tahun 1964 yang menewaskan 23 orang. Kolega Lee di Malaysia kemudian mendesak agar Singapura harus secepatnya memisahkan diri dari federasi.
Lee menolak desakan tersebut karena masih memercayai semangat multi-rasialisme, namun mimpinya akhirnya ambyar setelah pada tanggal 07.08.1965, Singapura resmi berpisah dengan Federasi Malaysia.
"Bagi saya, momen ini sangatlah menyesakkan. Sebab, sejak awal saya percaya akan persatuan kedua negara." Ujar Lee sambil berlinang air mata.