Lihat ke Halaman Asli

Acek Rudy

TERVERIFIKASI

Palu Gada

"The Last Conscious" Pengelihatan Terakhir Sebelum Ajal Datang Menjemput

Diperbarui: 22 Juni 2020   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Last Conscious. Sumber: economist.com

Sesaat sebelum nenek meninggal, saya berada persis di sampingnya. Menyaksikan bagaimana kesadaran beliau yang tiba-tiba "berubah wujud," ucapan tante yang terisak-isak mengatakan, "mama sudah mau pergi," seiring dengan nafas panjang dan pendek yang datang beriringan, saya menjadi saksi bagaimana ajal datang menjemput.  

Kejadian tersebut begitu membekas di hati saya, wajah sang nenek tidak menunjukkan penderitaan fisik dan batin. Membayangkan wajahnya yang terakhir, mengingatkanku bagaimana ia semasa hidup, selalu tenang, sabar, dan ramah.

Saya bersyukur, bahwa kematian nenek menjadi satu-satunya pengalaman melihat ekspresi manusia pada saat ajal datang menghampiri. Namun dari beberapa cerita, konon terdapat berbagai macam ekspresi yang berbeda dari mereka yang menghadapi kematian.

Katanya sih, Encek Tong, sang penjual kepiting berteriak-teriak kepanasan sesaat sebelum ia meninggal. Juga dengan si Juffri yang terkenal kikir, sampai melotot dan memakan kotorannya sendiri.

Namun ada juga yang mengaku melihat suaminya datang menjemputnya, dan meninggal dengan penuh senyuman. Entahlah, semua hanya cerita yang saya dengar.

Pengalaman sebelum meninggal, selalu berhubungan dengan pengalaman spiritual. Keluarga yang ditinggalkan selalu penasaran, kemanakah mendiang akan pergi setelah ia tiada. Oleh sebab itu, "tanda-tanda" sebelum kematian selalu terkesan untuk dijadikan petunjuk.

Seamus Coyle, seorang peneliti klinis di University of Liverpool, meneliti kesaksian beberapa ahli perawatan paliatif (perawatan untuk pasien penyakit kronis stadium lanjut), yang mengatakan bahwa menjelang kematian, kadar serotonin dan endorphin, atau zat kimia otak yang berkontribusi terhadap perasaan bahagia, akan meningkat.

Meskipun belum ada penelitian yang melibatkan endorphin dalam proses kematian, namun pengamatan para ahli ini memercayai adanya sejumlah proses di otak yang dapat membantu rasa sakit yang parah.

Namun mereka juga tidak membantah, bahwa tidak semua pasien dapat menjalani proses kematian dengan damai. Menurut pengamatan para ahli paliatif, sejumlah orang yang menderita pada saat kematian, pada umumnya adalah manusia yang sulit menerima fakta bahwa mereka sedang sekarat.

Oleh sebab itu, Coyle mengatakan bahwa pada umumnya proses kematian yang menyakitkan atau tidak, akan sangat bergantung kepada sikap "berdamai dengan kematian" atau "berjuang melawan kematian."

Pada akhirnya kematian adalah suatu hal yang pasti, sehingga upaya melawannya adalah hal yang sia-sia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline