Satu yang harus di ingat dalam sejarah kasus pengungkapan sebuah tabir dari fakta kasus Brigadir J selain tim kusus polri, Komnas HAM, media utamanya "Tempo" dan lain sebagianya.
Factor the "power of netizen" juga sangat berpengaruh terhadap jalannya proses pengungkapan kasus Brigadir J tersebut.
Bukan apa, melalui banyak tafsir netizen, tekanan public, pada akhirnya kasus Brigadir J sampai mendapat perhatian kusus presiden Joko Widodo.
Selian melibatkan elit polisi dalam kasus Brigadir J yakni Irjen Ferdy Sambo. Memang tidak dapat ditampik, kepercayaan public pada polisi ya dapat dibilang kalah dengan institusi lain seperti TNI dan presiden.
Karena menurut Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) keterpercayaan public pada polisi itu dapat di bilang drop. Survei Indikator Politik dilakukan pada 6-11 Desember 2021lalu.
Institusi kepolisian mempati tempat ketiga dibawah TNI dan Presiden, serta di tempat ke empat ada institusi-insitiusi public lainnya.
Maka dengan kasus Brigadri J ini, dapat dikatakan juga merupakan tantangan yang disajikan untuk public. Apakah Polisi dapat transparan, adil, dan berimbang menghukum yang salah meski itu melibatkan elite institusinya sendiri sekelas Kadiv Propam Irejn Ferdy Sambo yang sebelumnya diduga terlibat?
FS Tolak Ukur
Kasus Brigadir J, lewat scenario pelik yang dibuat Ferdy Sambo dan dibantu rekan polisi lain membuat scenario, menghilangkan barang bukti seperti CCTV dan lain sebagainya dalam kasus Brigadir J.
Tindakan tegas dari Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo yang menyeret pihak-pihak kepolisian yang terlibat dalam sekenario buatan Ferdy Sambo. Serta dilakukannya mutasi pada gerbong-gerbong pro Sambo di kasus Brigadir J, menjadi daya tarik public itu sendiri pada polisi atas kasus Brigadir J.