Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Feminis Pemimpin, Kraton, dan Jawa

Diperbarui: 18 Juli 2022   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi:tirto.com

Berbicara masyarakat bukan saja berbicara tatanan, tetapi juga harus berbicara ide-ide dalam bermasyarakat. Memang menjadi satu manusia ideal harus betumpu pada tujuan "ideal" itu sendiri yang disepakati bersama.

Namun dalam bangunan bermasyarakat, apakah konsep ideal tidak menjadi kabur ketika satu dari banyak masyarakat sendiri mempunyai gagasan bagaimana menjadi ideal itu menurut versinya masing-masing?

Tentu tidak akan menjadi mudah ketika manusia berbicara ide. Apa lagi saat ia harus berbicara ide, namun ide itu dihadapkan dengan krumanan yang juga membawa ide-idenya sendiri-sendiri dalam balutan bermasyarakat.

Ibaratnya menjadi satu semut dalam satu rumah di isi jutaan semut yang menghuninya. Satu manusia tidak dapat mengubah apapun terkecuali: "Ia memang sudah punya kekuatan dalam mempengaruhi banyak manusia didalam kehidupan ber-masyarakat".

Maka tidak heran pemimpin-pemimpin diciptakan dalam struktur sosial bermasyarakat; bawasannya titah atau pengaruh mereka dapat mempengaruhi wacana ide berpikir manusia dalam hidup ber-masyarakat.

Tetapi apa yang tidak dapat disentuh oleh manusia berpengaruh tersebut (pemimpin), adalah ranah tradisi dan anggapan yang berbudaya secara turun-temurun menjadi keyakinan banyak masyarakat.

Secara tidak langsung keyakinan-keyakian tersebut menjadi dalil-dalil baru dalam hidup bermasyarakat, yang diyakini secara ideologis bawah sadar mereka.

Dalil tersebut seperti hukum, dan apa bentuk hukum tersebut adalah adanya konsep dari stigma buruk dalam sebuah persepsi, yang menjadi acuan dalam bermasyarakat itu sendiri sebagai "ideal" dari yang dipilih atau disepakati menjadi ideal.

Sebut salah satu yang banyak "terhukum" masyarakat saat ini adalah stigma menjadi (sebagai) "Perempuan". Mengapa perempuan cenderung rentan terkena dampak buruk dari stigma tersebut di masyarakat dari pada laki-laki dengan maskulinitasnya?

Perlu diingat peradaban saat ini bukan saja bentuk dari keterpengaruhan dimasa lalu, tetapi pengetahuan yang dibangun cenderung maskulin dan mempinggirkan perempuan sebagai bagian dari masyarakat yang setara sebagai feminimitas.

Karena di dalam keyakinan masyarakat tradisional, perempuan bukan saja harus patuh, kalem, dan tidak mengikuti gaya hidup yang nakal, tetapi juga dari dalam strata sendiri harus lebih rendah dari laki-laki, padahal semua manusia diciptakan untuk menjadi sama, tidak ada perbedaan baik didalam masyarakat maupun sebagai pribadi manusia itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline