Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Di Balik Sebuah "Value" Diri

Diperbarui: 19 Juli 2021   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi:pixabay.com

Sejenak, apa yang seharusnya dikontempalsikan lagi pada ekistensialisme hidup adalah mempertanyakan hidup itu sendiri. Bukan kita digiring untuk menunggu sebuah nasib yang biak, atau takdir yang sudah kita anggap sebagai sebuah ketetetapan semesta.

Namun dibalik itu, self power dalam diri juga harus benar menjadi acuan bagaimana kita memposisikan hidup kita sendiri. Sudahkan kita membangun self power yang bukan saja menjadi pedoman hidup tetapi juga menjadi karakter bagi energy hidup kita?

Semakin hari dibalik semakin banyaknya media-media hidup yang justru semakin menegelamkan kekuatan diri. Diabad ke-21 ini merupakan abad dimana media sebagai sebuah pengaruh telah meracuni hidup kita tanpa disadari.

Lewat media-media yang ada termasuk kecenggihan teknologi didalamnya, opini-opini pribadi seseorang itu justru dapat membunuh apa yang dinamakan power bagi diri kita sendiri. Tentu jika kita tidak mampu menangkis apa-apa yang justru kita konsumsi dari pihak-pihak yang ada diluar diri kita secara mutlak.

Bukankah dari banyak media termasuk kanal-kanal yang dapat dibangun secara pribadi seseorang dimedia social, jika kita tidak selektif dalam memilih konten-konten apa yang disajikan dapat mempengaruhi psikologis kita tanpa disadari karena kita juga akan terpengaruh dengan isi-isi pemikiran mereka?

Tentu ini sudah banyak terjadi, konten insecruce atau konten-konten yang "galau" pada diri mereka sendiri diera digital ini telah menjadi jambalan diberbagai media termasuk yang lebih dominan yakni media social sebagai medianya publik.

Lagu-lagu galau, cerita-cerita insecrure tenatang romansa, bahkan ketakutan akan masa depan itu sendiri bagi manusia, selalu menjadi bias yang banyak tersedia di konten-konten media social. Mungkinkah kita dapat terhindar dari itu ketika media sendiri begitu melekat pada kehidupan kita?

Tetapi konten-konten membangun sebuah kepribadian yang positif juga tetap ada walau mungkin jumlahnya masih lebih banyak dari konten-konten insecure dimedia social, yang terkadang berlebihan dalam mengeksplorasi diri mereka sendiri.

Yang dimana kebanyakan konten insecure tersebut adalah pandangan-pandangan seseorang yang terkadang berhalusinasi pada harapan hidup itu, yang nyatanya tidak realistis dan cenderung hanya delusi, yang bersifat ilusif lahir dari kapasitas mereka berpikir tentang memandang hidup secara dangkal.

Saya menganggap bawasannya semua konten yang tersaji dimedia khususnya media social ditentukan oleh sumber daya social pengguna media sosial, dimana konstruksi social lebih didominankan pada ukuran sumber daya manusia rata-rata yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline