Tentu fenomena Nikita Mirzani memang suatu kejadian yang langka. Sebab tidak biasanya seorang artis dalam membuat suatu isu.
Mengarahkan isu tersebut kepada seorang pemimpin ormas islam yakni Imam Besar FPI atau Front Pembela Islam "Rizieq Shihab", yang namanya kembali tenar selepas pulangannya dari Arab Saudi.
"Karena biasanya seorang artis melemparkan isu popularitas pada sesama artis untuk mengisi ruang infotement gosip ala televisi".
Maka berkaca dari kasus Nikita Mirzani, apakah gossip televisi sudah tidak menjanjikan popularitas lagi bagi seorang artis? Ataukah lemparan isu pada Rizieq Shihab adalah ungkapan kekesalan Nikita Mirzani sebagai masyarakat?
Mungkinkah Nikita Mirzani akan menyusul artis-artis lainnya seperti Eko Patrio, Aldi Fairus, dsb untuk berpolitik? Dimana Rizieq Shihab sendiri dalam gerakannya berpolitik melalui FPI?
Jika mau diruntut berbagai kemungkinan tentang hal-hal yang dapat menjadi "mungkin", semua dapat ditafsirkan kembali pada yang tidak mungkin.
Untuk itu fenomena Nikita Mirzani dengan kegarangannya, blak-blakannya, dan keberaniaanya pada Rizieq Shihab dan pendukungnya oleh public direspon positif.
Entah itu positif atau negative dalam hal ini. Tetapi era demokrasi, era keterbukaan informasi seperti media social, telah menjadi lompatan baru kehidupan manusia.
"Bawasannya seseorang yang hidup diera informasi dan media saat ini. Pendapat apapun tidak dapat terbendung begitu saja, meski undang-undang akan hukum menanti bila ada yang dirugikan, dalam hal bermedsos tanpa aturan".
Namun semua kembali pada yang menafsir akan bersudut pandang, biasa atau dibesar-besarkan menurut ego masing-masing untuk saling melawan disitulah kuasanya kehendak pribadi.
Tentang perseteruan Rizieq Shihab dan Nikta Mirzani, antara Lo*te dan Tukang obat, memang dalam penafsiran sehari-hari sudah menjadi profesi yang biasa dilakukan untuk bertahan hidup.