Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Puisi | Penderitaan

Diperbarui: 13 Oktober 2020   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Hipwe.com

Aku seperti sedang bermain bola panas bercampur dadu warna-warni.
Rasanya langkah diri bagaikan jurang tinta hitam yang sama-sama membuat sakit hati.

Ada apa dengan langkah, aku seperti terikat pada hati yang tidak kunjung pasti.
Menebak rasa sungguh membunuh, meminta kepastian juga menyiksa, andai saja aku seorang patung disana.

Rasanya bayang salib selalu terbayang, bawasanya hidup manusia, harus ia digantungkan pada korban rasa yang tidak akan pernah berujung dalam titik jemu.

Si dungu yang hinggap di dalam diriku lagi, selalu saja lirih memandang diri sendiri yang terendah. Tanpa daya, hidup serasa tak punya apa-apa, bahakan rasa diterima sebagai insan manusia.

Tidak ada lain, meminta belas kasih serasa hanya memberatkan orang lain. Tetapi hidup, rasanya harus kuat-kuat menerima segala kenyataan, yang selalu pahit dan getir memandang rasa dalam diri.

Terbaringlah jiwaku dalam sepi memandang rasa. Kau hanya sebutir debu yang tidak tahu bagaimana menjadi menarik dalam balutan kenyamanan hati seorang wanita.

Kau seperti keras yang bercampur noda-noda ilham dalam balutan manusia. Menerjang badai di tengah hiruk pikuknya hidup sebagai pengelana.

Tanpa khayal lagi dalam membayangkan. Hari-hari yang tak mutlak untuk dirasakan. Adakalanya aku bisa lupa, teringat, dan membekas bagai sampah plastik yang tidak pernah hancur di lautan.

Jiwaku yang kuat. Jika kau akan terus sendiri, bayangkanlah kau memang dilahirkan sebagai seorang pertapa yang harus hidup di dunia. Mengais-ngais diri dengan kesepian, terbunuh sampai ajal menjemput nanti.

Seorang penyair, hidup mungkin akan terus melantunkan syair. Begitupula dengan sebuah derita manusia, rasanya tidak akan pernah ada akhirnya.

Sang Budha dalam pencerahan batinnya berkata. Hidupmu, hidupku, dan hidup mereka, menyimpan duka lara dalam memilih hidup untuk terus menderita. Sebab hidup sendiri bagi manusia adalah sebait Penderitan tanpa akhir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline