Terlepas segala bentuk tulisan ini memuat isu Sara. Kenyataannya isu Sara di Indonesai sudah seperti telah membudaya dan juga dapat dikatakan sudah melekat dalam wacana berpikir masyarakatnya.
Saat ini dimana majunya teknologi mengakomodir sebuah wacana ide manusia. Lewat media sosial seharusnya kita dapat mengakui kekurangan masyarakat kita, yang masih berkutat pada isu Sara tersebut dalam setiap wacana interaksi publiknya.
Mungkin jika seseorang aktif dimedia sosial, aktif di grup-grup politik, atau grup media sosial lain, bahkan sains dan filsafat sendiri. Setiap postingan yang memang sensitive sebagai isu sosial, budaya, dan bahkan poltik selalu dikaitkan dengan Sara, terlepas apapun motif yang dilakukan seorang yang memposting berita tersebut di media social tersebut.
"Sejatinya Indonesia sebagai Negara yang masyarakatnya multi kultural, dimana negara ini terdapat banyak kebudayaanya, agama, bahkan ideology politik. Maka harus diakui kelemahan kita adalah sikap fanatisme".
Untuk itu saya sendiri sebagai pribadi tidak mau terkukung pada nilai-nilai yang mencidrai kemanusiaan. Terlepas karena ketidak sadaran, saya juga dapat khilaf dan tidak sadar memaknai kemanusiaan saya termasuk dalam membuat tulisan.
Tetapi lagi-lagi, apa yang diperlukan bagi manusia adalah hidup dengan kesadaran. Untuk apa sebenarnya kita hidup? Jika kita ngotot yang paling benar pun apa gunanya?
Mungkinkah jika kita ngotot "berani", orang lain menyangka bawasanya kita adalah yang paling benar dalam menjalani, apapun yang sedang dijalani hidup ini? Kemudian akan dipandang luar biasa dan takjub oleh orang lain?
Kenyataan dari hidup manusia tidaklah begitu. Ibarat cahaya dari lubang semut kecil itu terlihat, sama halnya sebuah kesalahan yang mencidrai manusia, sudah pasti dimana pun kasus tindakannya itu lambat laun pasti akan ketara.
Memang melihat bagimana media sosial sebagai representasi ideologi para penggunanya. Kita harus akui bawasanya masyarakat Indonesia meski isu sara adalah hal yang sensitive dan dilarang saling mengujar kebencian. Tetapi sudah menjadi ideologi umum setiap pengguna media sosial saat ini dan subur sebagai kebudayaan digital baru.
Untuk itu dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi melibatkan tokoh agama Syeh Ali Jaber, yang ditusuk dalam ceramah keagamaaan di Bandar Lampung. Mungkin didasari oleh suburnya sentiment Sara yang ada di Indonesia.
Mengapa saya katakan sebagai isu Sara? Jelas karena kasus penusukan tersebut melibatkan tokoh agama. Ditambah syeh Ali Jaber adalah tokoh agama nasional yang hijrah dari Madinah, Arab Saudi ke Indonesia.