Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Bersosial itu Berbicara Rasa

Diperbarui: 20 Agustus 2020   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: bixbux.com

Di keheningan pagi hari ini aku telah membawa diriku pada kerinduan yang dalam. Hari-hari seorang yang sedang genting melihat hidupnya sendiri. Selalu saja terbentur keinginannya yang tertahan.

Tanpa aktivitas yang ada. Orang-orang sepertinya tidak akan pernah ada bahan cerita. Untuk memulai kehidupannya--- itu sudah jelas. Jika seorang penulis, ia tidak akan dapat melanjutkan sebait tulisannya. Itulah mutlaknya keadaan. Karena apapun keadaan adalah bentuk dari cerita-cerita yang layak untuk dibagikan.

Memang sesuatu yang terbebani akan memunculkan perkara-perkara baru dalam pikiran manusia yang rumit. Tidak untuk digubah. Bahkan naasnya diri dari kata semu, megelegar jauh dalam kegemaan itu dari kejauhan.

Seraya merayu untuk berdamai dengan keheningan pagi. Dimana-mana aku melihat arah kebingungan yang sama dengan orang lain. Sejalan dengan pendapat orang-orang miring itu. Aku memang tidak akan dapat sejalan dengannya.

Entah mengapa aku seperti ingin berteriak penuh sesak. Dimana selalu saja aku tidak bisa menerima apa yang sedang aku rasakan dalam dilema kenyataan. Sebab dengan dilema diri selalu saja menunjuk. Andai aku dapat seperti itu. Mungkin dalam bayangan, aku akan bisa seperti dia.

Sesekali arah memang harus ditunjukan jalannya. Apakah memang betul seseorang tidak akan punya kekurangan sedikitpun? Inilah suatu dilema itu, bawasanya untuk menampilkan, apakah kita harus memperkenalkan diri tanpa kita sadar diri "kita" terlebih dahulu?

Segala sesuatu yang telah mereapuh. Selalu saja beban pikiran itu ada bagi manusia. Karena beban pikiran tidak mungkin akan dapat kita lepaskan sebagai manusia. Sebab selalu saja, ia memulai, apa yang ingin ia mulai untuk mengawali hidup.

Perkara lain memang aku tidak mengerti. Rasanya kali ini aku sedang bingung terhadap rekanku satu itu. Dalam setiap apa yang menjadi wacananya, yang tiada habisnya menjadi perbicangan. Kemana sebenarnya arah dia akan bertujuan?

Mengapa dia yang katanya paham akan agama, paham akan pengetahuan, paham akan moralitas, nyatanya tetap saja. Sama sekali ia tidak paham ilmu rasa, yang harus ia bangun sendiri bersama dengan ketinggian intelektualitas pikirannya.

"Saat manusia akan menjadi sosial. Tidak mungkin akan menjadi "diakui" jikalau apa yang namanya sebuah kerakusan itu menjadi prioritas dalam laku menjadi dirinya. Semangat berhubungan dengan sosial, nyatanya tidak segampang dikenal apa lagi tanpa adanya perbuatan".

Sebab dalam perkenalan sosial. Orang-orang tidak akan melihat seberapa baik dirimu. Seberapa cerdas dirimu. Kemudian seberapa kau ingin diakui itu dengan nama besarmu. Menjadi sosial sangatlah kompleks, ia menyeluruh dari dasar yang kita tidak sadari. Sebagai sebuah penilaiaan yang menetukan manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline