Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Musik dan Riwayat Penemuan Diri

Diperbarui: 10 Juli 2019   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diambil dari; leafly.com

Upaya menghibur diri itu menyakitkan, lebih sakit dari pada menerima diri apa adanya. Kembali mengacu pada alunan musik yang sama waktu itu. Hanya upaya lagi dari kegelisahan yang membuat sesak nafas ini.

Semoga ini berlalu, berlalu dengan hembusan angin kencang dari bawah pohon yang rindang. Waktu, mengapa engkau berlalu begitu saja? Aku masih ingat dimana anak-anak kampung itu mengajak aku, menikmati hidup tanpa beban.

Bermain-main bola plastik dengan orang tua yang menginginkan kesehatnya. Tertawa, terhembus di ingatan, akan kah semua mudah dalam ingitan kalian? Yang berlalu, tetap menjadi lalu, tidak lebih!

Aku masih ingat rasa Serabi di ujung jalan sana, Mendoan yang lezat disamping rel kereta. Tahu yang kupesan dari anak-anak dengan imbalan seribu hingga seribu lima ratus. Makanku tanpa nasi, minumku hanya air putih, mainanku hanya buku yang kupegang untuk aku baca, no alkohol, no rokok.

Setiap sore bermain lepas tanpa beban yang aku sandang dengan mereka. Yang telah lalu, datang ke Kampus hanya ingin bertemu dengan teman, diskusi tanpa batas. Hanya materi itu, tidak semua antusias, tentang kerajinan, kemalasan yang akut, dan mereka yang sudah tidak bergairah lagi meneruskan pendidikannya.

Namun setelah sekian lama, menjadi apa antara aku dan mereka? Tetap menjadi dirinya sendiri dengan nasib yang tidak jauh berbeda dengan pertama kali, menginjakan "kaki" ke lingkungan kampus beberapa tahun yang lalu

Dulu kami berhayal, mau jadi apakah kita kedepan, ketika lulus dengan ijazah kita punya? Pendapat mereka tidak ada yang khusus, kebanyakan hanya bekal ketika karir dikantor memanggil ijazah.

Impian kita tak begitu tinggi, hanya harapan kecil pada hari Jumat dan Sabtu malam. Ngobrol-ngobrol di warkop dekat pendopo, sudut alun-alun, atau lesehan-lesehan pinggir jalan yang menjajakan nasi goreng.

Tentang pertengkaran pendapat, sampai saat ini belum selsai. Akhirnya memencar jauh dari tali-tali kita sendiri. Aku ingin mempertanyakan itu? Dari sinilah minat belajarku tumbuh, imajinasi agar lebih baik menjamur, dan khazanah berpikir supaya terlihat luas.

Sebenarnya tidak banyak yang bisa dilakukan, ketika berhitung hanya dengan nalar, asal terjawab dan hati senang. Nilai-nilai yang hancur, perjuangan dengan uang yang tidak gampang, kini hanya berhembus kenangan dibalut dalam renungan.

Hari-hari itu sudah berlalu, tidak ada diakusi, tidak ada tawa lagi, bahkan tidak ada tipu saat seseorang penasaran dengan cerita yang aku sajikan "fiktif tetapi rasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline