Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Membangun Rumah Budaya Desa Karangrena

Diperbarui: 19 Juni 2019   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi diambil dari: Dokpri

Saya tidak mau mengutarakan, hanya keseniaan yang bisa masuk relung paling dalam hati Manusia. Tentu banyak hal yang dapat membuat hati manusia bergetar dengan rasa bahagianya sendiri. Tetapi dari banyak hal itu, salah satu yang dapat membuat bergetar hati, dan membuat bahagia manusia adalah seni yang di budi dayakan sebagai kesenian.

Dimana kesenian yang di budayakan  tidak hanya akan lestarinya seni itu sendiri, tetapi menjadi maha karya yang dapat di banggakan oleh pencinta maupun penikmatnya.  Tidak saya pungkiri bahwa; kesenian mengandung sisi magis yang tidak akan bisa terucap dari bibir manusia. Magisnya kesenian hanya bisa di dengar, di rasa, dan di hayati oleh manusia melaui pengahayatannya.

"Kesenian dalam pengertian saya tersebut, bukan hanya instrument keseniannya saja, melainkan dengan bakat, faktor manusia, pelaku seni dan para pencinta seni itu sendiri".

Berbicara tentang kesenian tentu, saya sebagai orang Cilacap yang berbahasa Banyumasan, akrab dengan kebudayaan baik seni musik, tradisi, dan kebudayaan yang terbangun di rumpun keresidenan  Banyumas. Perkenalan saya dengan seni, baik lagu-lagudan tradisi  Banyumasan tidak lepas dari bapak saya, yang kebetulan sebagai pekerja seni, seorang "seniman" desa atau kampung.

Saya ingat waktu kecil bagaimana Bapak saya menjadi seorang Sinden atau Penyanyi dalam setiap pargelaran Ebeg "Kuda Lumping". Bukan hanya Kuda Lumping saja, Bapak saya-pun menjadi Lengger Lanang, kesenian dari rumpun banyumasan yang kini hampir punah.

Seni Lengger sendiri yaitu seni dalam bentuk tarian yang dikombinasikan dengan alat Musik Calung, dan berbagai alat musik gamelan lain sebagai pendukungnya. Saya melihat sebagai orang banyumasan sendiri bahwa; percampuran budaya antara Jawa dan Sunda, menjadi identitas budaya dari kesenian Banyumasan itu sendiri.

Jika ditelisik lebih dalam, ada kesamaan antara alat musik kesenian Banyumas "Calung" dan "Angklung". Kita sama-sama tahu bahwa; Angklung sendiri adalah alat musik tradisional berasal dari tatar Sunda yang saat ini mendunia, dimana angklung sudah sebagai bagian dari seni musik dunia. Saya kira antara angklung dan calung perbedaannya ada pada bunyi yang dihasilkan dan bentuk alatnya itu sendiri, jika angklung bentuknya kecil, Calung bentuknya besar .

Tetapi menurut pendengaran saya, bunyi Angklung lebih halus jika dibandingakn bunyi Calung.  Alat music Calung sendiri lebih akan terasa keindahan bunyinya jika dimaninkan dengan ritme yang cepat, berbeda dengan angklung yang dibawakan santai baru terdengar indah suaranya.

Untuk itu menjadi ciri dalam budaya seni musik Banyumasan itu sendiri. Banyak dari musik Banyumasan bertempo cepat, dan energik. Saya rasa musik atau budaya Banyumasan berdiri sendiri, tetapi tetap, dalam rujukan suatu budaya tertentu, dimana budaya Banyumasan itu terbangun dari sinkretisme antara budaya dari timur "Budaya Jawa Timuran" dan dari barat  "Budaya Sunda".

"Kembali pada pekerja kesenian Banyumasan itu sendiri. Dengan berbagai masalah di dalamnya, dimana pekerja seni minim apresiasi, Bapak saya-pun pensiun dini menjadi pekerja seni "Seniman".

Seingat saya, terakhir kali masih menjadi Seniman Bapak saya, ketika Saya masuk SD, itupun menjadi pekerja seni bukanlah  pekerjaan pokoknya dalam bekerja. Karena kebanyakan pekerja seni lainnya, kerja seni adalah kerja sampingan yang hanya akan bekerja, ketika ada orang hajatan saja di Desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline