Peranan dalam semesta dan wacana politik, tentu tanpa kepentingan, mereka tidak akan berbuat apa-apa. Tetap orang yang membela peranan politiknya, ia tengah dihadapkan dengan konflik kepentingan politik itu.
Dari semua dinamika politik yang terjadi pra Pilpres atau pun pasca Pilpres, semua membidik pernanan termasuk sepak terjang yang dilakukan oleh Kivlan Zen. Dalam beberapa tahun terakhir ini, upaya lantang dalam menanggapi issue-issue politik terus dilakukan oleh Kivlan Zen.
Issue-isue bangkitnya PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan lantang ia "Kivlan Zen" suarakan tetapi tanpa pernah ada bukti konkrit dari dirinya. Partai komunis masih menjadi partai yang dilarang keberadaannya oleh Negara, bukankah ketika ia punya bukti kuat ia dapat membuktikannya pada Negara?
Penangkapan dirinya dan sejumlah tokoh dalam upaya dugaan makar terhadap Negara lewat demo 212 tahun 2016 memberi bukti, "betapa besarnya peran Kivlan Zen dalam semesta politik Indonesia saat ini". Namun menjadi pertanyaan yang menganjal semua orang, apa konflik kepentingan dari seorang Mayjen (purn) Kivlan Zen? Kivlan Zen bukan politikus yang sedang mencari citra untuk dipilih masyarakat.
Memang dalam politik demokrasi menyampaikan kritik dengan lantang ataupun lembut sekalipun "itu tidak pernah salah". Dalam hal ini jika warga Negara tidak puas dengan kinerja pemerintah, ia bebas berpendapat.
Tetapi disayangkan jika kritik tersebut harus melalui kekerasan bahkan menginginkan adanya korban manusia untuk: sebagai tumbal politik yang kini tengah marak menjadi perbincangan berbagai media pasca Pilpres 2019.
"Politik dan korban dari politik, sepertinya tidak dapat dilepaskan dari jalannya politik itu sendiri. Kejahatan akan Hak Asasi Manusia semua bersumber dari berbagai kepentingan politik itu terjadi di berbagai belahan dunia"
Membaca kepentingan Kivlan Zen
Seperti tiada habisnya dalam dinamika politik mutakhir Indonesia peran dari sosok "Kivlan Zen" di dalamnnya. Tentu peran itu tidak hanya peran yang dijalankan semata untuk kepentingan orang lain. Ada kepentingan dirinya sendiri dalam politik mutakhir ini. Saya kira Kivlan Zen membidik sesuatu yaitu: peranan politik yang besar di masa depan, lalu mengamankan namanya dari sesuatu yang di perbuatnya pada masa lalu.
Tidak bertemunya negosiasi dengan pemerintahan berkuasa saat ini ikut andil dalam setiap perjuangan-perjuangan yang dilakukan Kivlan Zen beberapa tahun terakhir. Entah mengapa dan menjadi pertanyaan; kenapa ia tidak mengikuti jejak purnawirawan TNI lainnya yang masuk dalam jajaran pemerintahan yang berkuasa kini?
Mungkin alasan ideologis dan peranan masa lalu yang frontal menjadi dasar tidak dapatnya bergabung dengan pemerintahan, yang saat ini banyak diisi oleh ex Mahasiswa pergerakan menentang Orde Baru seperti; Adian Napitulu, Budiman Sujatmiko, Nezar Patria dan lain sebagainya.
Maka tidak heran jika di ruang jalanannya ia "Kivlan Zen" menyerang mereka ex Mahasiswa pergerakan 1998 dengan berbagai issue miring sebagai kader Partai Komunis Indonesia yang saat ini menghuni Istana Presiden. Tentu untuk menarik orang-orang yang anti dan phobia terhadap komunisme di Indonesia. Bukankah kenyataannya komunisme dilarang negara dan kader-kadernya telah mati dibantai 1965 silam?