Hati ini rasanya tak ingin bergetar lagi. Sepertinya titik kebekuan baru akan muncul pada akhirnya. Tetapi apalah daya mimpi dari langit ini, maksud sudah di ungkapkan oleh bumi, hanya saja mungkin "semesta baru bukanlah pelabuahan manusia bebal untuk kali ini".
Mengapa ada tanya dibalik kata? Terburu-buru, terbawa yang lain, seakan hati dan pikiran ini terintimidasi, bertanya dan bertanya lagi, waktunya mungkin akan datang. Semua terlihat misteri, tak terungkap dan cenderung melunak, pikiran seakan dibawa pergi, hati seakan dibawa mati.
Ingin rasanya kegelisahan ini disandarkan, pada kapal-kapal, pada kayu-kayu, pada setiap pertanyaan. Kehadiranya bak api, membakar diri, membakar sukma, membakar singgasana tubuh yang terjera. Seakan meledek, membuat berpikir akan romansa kegelisahan yang abadi, terbaui kedalam alunan nada yang indah, sesuatu yang telah pergi tergapai begitu jauh.
Planet Mars seakan jauh lagi, seperti Astronot yang tegelam lautan kegelapan, sebatang kara, tanpa tujuan. Bumi planet yang aneh, akar angan - angan, akar hujatan, dan akar-akar orang-orang yang berpengharapan. Teriris lagi sayap sayang ini, di mana damai dalam bumi? Bagaimana caranya damai dalam angan, dalam hayal, dan damai dalam refleksi ungkapan perasaan yang agung?
Sukma ini mengeruh, merengek ingin bertapa, siang hari, malam hari dan pagi hari. Tentang yang mengutuk hari-hari mereka, mecoba merubah nasib, mengejar khayal dalam mulia sebelum waktunya. Huh, udara yang seakan tertelan, sesak di dalam dada, nafas panjang ini, tenanglah para jiwa-jiwa yang bingung, tersesat bahkan terjebak pada akarnya sendiri.
Selingan dari nada membuat jiwa menari tanpa beban hati, menghayati, suara-suara nan jauh dari sana. Mereka yang di takdirkan menderita, hidup dalam represi, menghayalkan terbang bak burung-burung dari arah sana. Hari yang tidak akan pernah berakhir, akankah kau mengakhiri dirimu pada setiap takdir-takdirmu?
Tentang pertempuran kala itu, mencari digdaya, mengabaikan manusia. Lirih suara tangis dalam hatinya, terkubur setiap harapan-harapannya, berharap dunia akan lebih baik. Ternyata hanya mimpi-mimpinya yang kalah dengan arogansi, keserakahanya dan kebesaran nama hatinya. Dalam benaknya, mengungguli istana lagit, megah, glamor dan bisa menyihir siapapun yang tertarik didalamnya.
Lagu kedamaian tak berhenti digaungkan, lagi akan gagalnya dua insan, retak, sakit hati, penghianatan yang membekas, membakar luka, dan menuntut dendam. Semua kegelisahan terbentuk jiwa-jiwa yang tak termaafkan, maka itu maafkanlah segenap dengannya, apa adanya, sendiri walaupun dibatas yang sunyi.
Suara panggilan masih terdengar, rengekan kesendirian, wanita-wanita butuh cinta, jiwa pria-pria butuh tempat bersandar, anak-anak butuh tempat mengantungkan kehidupan yang baru, akan dijalaninya. Air janganlah dibiarkan terus dan terus mengering, pangan-pangan yang harus dijaga, sandang papan yang harus dibangun tanpa kepalsuan.
Surga yang didambakan, jadilah nyata dalam realita, dalam kata-kata yang terharapkan, kedamaian bumi, ketenangan jiwa. Kita sambut masa depan mereka orang-orang Suriah, orang Irak dan orang-orang yang gelap matanya pada dunia. Pertempuran politik, pertempuran geng, pertempuran para anggota organisasi masyarakat, sudahilah atas nama cinta dan kasih.
Membuat hati yang hidup tidak bergetar lagi, mati dalam rasa, ubahlah untuk menyambut hidup baru, harapan baru dan upaya-upaya untuk menjadi baru. Persodaraan tanpa henti, tanpa memandang yang lemah dan kuat, seperti harmoni, antara kau dan aku yang bahagia selamanya. Memandang indah anak-anak kita, masa depan mereka, dan senyum-senyum tanpa kegelisahan yang menghadang.