Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Mitologi Jawa, Bagaimana Memandang Pilpres?

Diperbarui: 18 April 2019   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: gambar diambil dari kbr.id/ Islam Kejawen Cilacap sedang melakukan ritual di Panembahan

"Dalam tatanan masyarakat Jawa sendiri, Ibu Kota kerajaan, keluarga Raja-Raja dan pusat pendidikan maupun kebudayaan pusatnya di timur Pulau Jawa"

Berangkat dari nama Jawa sendiri, memang banyak literatur yang mendefinisikan kata "Jawa". Tetapi dari banyak literatur itu, paling menarik dalam mendefinisikan "Jawa" adalah mengerti.  Iya betul, "Jawa artinya mengerti"

Tentu dari istilah kata Jawa yang berarti "mengerti" ini membuat saya penasaran. Dari mana kata itu muncul "mengerti" sebagai Jawa? Tradisi mistiknya-kah? Slametan pada hari-hari sakral? atau filosofi kejawennya yang masyur? Memang perlu ada penelitian lebih lanjut. Karena saya bukanlah praktisi spiritualisme Jawa, saya tidak dapat mengatakan secara pasti. Takutnya kita nanti saya berpendapat lalu dihadapkan pada praktisi beneran beradu argumen gagap nanti Saya.

Hanya saja saya sebagai Manusia yang terlahir di Jawa, merasakan bahkan menjadi pelaku berbagai mitologi-mitologi tradisi Jawa. Bukan saya meng-agungkan budaya Saya sendiri " Jawa", tetapi jika diagungkan pun apa masalahnya? Itukan budaya leluhur Saya sendiri; menurut Saya Jawa dengan berbagai tradisi didalamnya sangat bermuatan positif, itu penilaian subyektif Saya.

"Sangkan paraning dumadi", "Manunggaling kawula gusti" atau "Bhineka tunggal ika" merupakan: menurut Saya "quote" merepresentasikan bagaimana alam spiritual Manusia Jawa itu sendiri. Tidak heran, berbagai ajaran baik Agama atau Filsafat apapun dan dari manapun diterima baik oleh Manusia Jawa.

Sebagai catatan dalam hal ini Saya membedakan antara Manusia Jawa dan Masyarakat Jawa. Manusia Jawa berarti Manusia yang mengerti, menerima dan mempunyai kesadaran sebagai Jawa itu sendiri. Dimana mereka memegang kemurnian Jawa bersama tradisi filosofinya. Sedikit dari banyak filosofi itu adalah hal yang saya paparkan diatas "Sangkan paraning dumadi", "Manunggaling kawula gusti" atau "Bhineka tunggal ika" dan masih banyak lainnya.

Saya akan mencoba mentafsir berdasarkan pemahaman Saya ketiga kata tersebut; pertama " Sangkan paraning dumadi" merupakan pemahaman spiritual Manusia Jawa akan pemahaman yang esa atau tunggal bahwa; "Manusia berasal darinya dan akan kembali padanya".

Sedangakan "Manunggaling kawula gusti" yaitu pemahaman akan bersatunya pencipta dengan yang diciptakan, jika saya menafsirkan lebih gamblang: " bersatunya Tuhan dan hambanya". Karena manusia dan makhluk cipaan tuhan yang lainnya adalah bagian dari citra Tuhan sang pencipta alam itu sendiri. Maka dari itu semua Agama yang diyakini wahyu dari Tuhan mengajarkan cinta kasih terhadap setiap makhluk ciptaan Tuhan.

Kita bisa mengambil inti dari benang merah syukuran atau tradisi-tradisi Jawa lainnya. Menurut saya syukuran, sesajen dan berbagai tradisi budaya lainnya tentu dilakukan atas dasar kesadaran cinta kasih itu sendiri. Seperti syukuran yang kita kenal sekarang ini, filosofinya adalah cinta kasih bagaimana saling memberi sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Dan sesajen yang dipersembahakan Manusia Jawa adalah sebagai media untuk berdoa pada yang maha kuasa, mengingat leluhur bagaimana yang hidup pasti akan mati. Kita sebagai Manusia Jawa pasti tahu, dimana ketika Orang Tua atau Simbah kita yang masih memegang budaya sebagai Manusia Jawa akan melakukan syukuran atau membangun hajat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline