Lihat ke Halaman Asli

Toto Priyono

TERVERIFIKASI

Penulis

Manusia, Keterikatan Kerja, dan Modernitas Formal

Diperbarui: 4 Februari 2019   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : jnung.blogspot.com

Rasanya ada keterikatan yang hebat pada moderintas. Sepertinya manusia muktahir ini takut pada apa yang dinamakan bertahan dengan cara hidupnya sendiri. Mereka terkekang pada lembaga atau instansi kerja. Seakan insting bertahan hidup sebagai mandiri lenyap ditelan sesuatu yang terlebagakan dengan baik. Potensi mereka tumpul, tetap berkutat pada rasa aman sebagai prajurit lembaga kerja itu sendiri.

Ruang-ruang mentalitas mereka dipreteli. Kebanyakan mereka lupa dengan kemandirian sikap yang nyata.Terkadang menjadi kaku, ingin aman dan sesekali ingin menjadi terpadang diranah sosialnya sendiri. Tentang status bagaimana dia bekerja lalu menghasilkan berapa menjadi pertanyaan besar. Bukan saja dari dalam dirinya sendiri tetapi juga dari masyarakat sekitar yang cenderung materialitis. Melihat sisi seorang manusia pada nilai yang bisa ia dapat setiap bulannya.

Modern sendiri berarti mengikuti ranah-ranah sosial kenormalan. Bagaimana pendidikan itu dipandang sebagai layaknya manusia didalamnya. Pendidikan berasa lebih manusia itu sendiri karna berpendidikan berarti lebih bermartabat sebagai manusia dibanding tidak. Denganya ia dapat mendapat suatu akses kerja dengan pendapatan yang lumayan tinggi.

Paraktis ketika pendapatan tinggi ruang-ruang kehidupannya-pun akan terisi dengan baik mencukupi kebutuhan. Ada strata sosial yang mereka agungkan dari pendidikan walaupun ini bukanlah jaminan suatu keberhasilan dimasa mendatang yang akan mereka dapat.

Dengan pendapatan yang lebih kondisi sosial mereka akan naik dengan sendirinya. Akses terhadap barang ataupun jasa sangat mudah. Karna dalam masyarakat muktahir uang menjadi sarana yang paling penting dalam tatanan sosial kemasyarakatan kini. Tidak jarang teraman dalam mendaptkan uang adalah menjadi karyawan didalam bisnis yang stabil. Meskipun dengan tekanan kerja dari sisi pekerjaannya sendiri yang mengundang beban psikologis yang nyata, tidak bebas dan orentasi pada hasil bersama. Tidak akan mengendurkan semangat menjadi aman juga terjamin dilevel masyarakat.

Bekerja pada satu instansi berarti harus menyetujui budaya partriarki struktural kerja. Dimana strata menjadi penting adanya di dalam lembaga kerja. Tidak jarang kerelaan-kerelaan pada penekanan kerja menjadi mungkin dan biasa dilakukan. Itu berarti rasa tidak terima menjadi tidak berlaku lagi ketika akan memulai suatu pekerjaan. Manusia modern yang terikat pada ikatan kerja haruslah menjadi patuh atas nama uang dan kerja sama yang sebelumnya dilakukan dengan kesepakatan oleh berbagai pihak.

Orentasi layanan bahkan perolehan deviden adalah suatu prioritas utama dalam lembaga kerja. Maka ketika anomali itu datang tidak sesuai dengan target pendapatan atau layanan struktural menjadi sangat buas menekan atas nama keformalan. Struktural terkejar beban, tidak hanya itu, mereka menciptakan budaya saling menekan pada akhirnya untuk suatu konstruksi lembaga yang sehat. 

Disinilah mentalitas para manusia modern ala karyawan di uji sebagai manusia paling modren. Mereka harus membiasakan diri dengan kemuakan-kemuakan kerja yang disajikan oleh lembaga-lembaga kerja. Apapun keadaan yang dialaminya mereka harus menerimanya. 

Dalam banyak kasus-pun kemuakan-kemuakan yang mereka rasakan harus ditambah dengan kemuakan pendapatan yang minimal imbas regulasi. Karna dalam sehari mereka kerja hanya cukup untuk tiga atau empat kali makan diwarung dengan lauk yang lumayan berserta minuman manis. 

Harapan-harapan mereka seakan jauh dari kelayakan yang tertanam pada imajinasi-imajinasi mereka. Jangankan bermimpi makan kenyang, dan enak setiap hari. Terkadang dalam mimpi itu pun tidak sampai sehingga itu hanya dijadikan harapan-harapan yang kemungkinan tidak bisa diharapkan untuk terjadi. Banyak dari mereka meminimalisir itu untuk kebutuhan sandang dan pangan yang mereka harus penuhi saat ini juga.

Harapan dan relasi muktahir keluarga modernAkhirnya hanya harapan yang tidak terjawab dari setiap cerita-ceritanya. Apalagi tentang hunian yang nyaman, terjangaku dan sehat yang jauh sangatlah tidak mudah didapat. Oleh sebab itu dalam sekala upah minimun regional karyawan kini hanya akan cukup sebatas menghidupi dirinya sendiri dan pemenuhan kebututuhan-kebutuhannya. 
Maka membangun keluarga yang didambakan setiap manusia menjadi suatu momok yang mencemaskan. Apakah akan cukup tanpa gali lubang dan tutup lubang pada akhirnya mencukupi setiap kebutuhannya?
Oleh sebab itu relasi dalam keluarga kini menjadi bermata dua. Dimana faktor kerjasama antar relasinya menjadi sangat penting dalam semesta wacana pemenuhan-pemenuhan ekonomi yang harus mereka tanggung dalam berkeluarga. Mereka harus bekerja sama untuk setiap pemenuhan-pemenuhan kebutuhannya tanpa memandang lagi strata sosial dimana pemenuhan kebutuhan tidaklah terpaku pada tugas suami saja. 
Dalam relasi idealnya suami-istri haruslah bekerja. Suami kini mencukupi kebutuhan makan, istri mencukupi pemenuhan kebutuhan pada tingkat sandang dan papan yang mereka butuhkan. Perkara rencana anak yang akan mereka lahirkan, tidak cukup mudah membuat keputusan.
Karenanya rencana kebutuhan akan pengasuh anak perlu dipersiapkan. Beruntung jika masih ada orang tua dari masing-masingnya yang bisa menjadi pengasuh anak dari anaknya. Pilihan itu mau tidak mau harus dibuat untuk perencanaan yang baik dalam merencanakan kelonggaran biaya akan kebutuhan anak yang kini menjadi kebutuhannya. 
Untuk itu jika anak menjadi tanggungan yang harus ditanggung masih juga jauh dari harapan. Semakin sulit dapat membangun atau menyicil rumah idaman. Semua pendapatan lebih dilimpahkan pada kebutuhan anak yang sedang anak butuhkan seperti sandang, makanan juga susu anak.
Karena itu dalam realita berkeluarga muktahir melahirkan banyak anak sudahlah tidak relevan. Akan ada keberatan yang serius untuk memenuhi kebutuhan anak. Dalam beberapa tahun kedepan anak harus sekolah. 
Tak ayal untuk agak mengaburkan pengasuhan pada masyarakat industri kini anak disekolahkan tujuannya untuk dititipkan para guru sekaligus pengganti pengasuh orang tua. Pendidikan anak usia dini menjamur untuk menjawab kebutuhan pengasuhan yang tidak bisa orang tua jangkau.
Tetapi dalam realita sosial tidak semua pendapatan standart kemudian meciptakan seperti realitas pemaparan diatas dengan peliknya memenuhi kebutuhan bagi orang tua pendapatan minimal. Lembaga kerja menciptakan strata yang juga teratur pada setiap strukturalnya. 
Ketidakteraturan itu dibagi atas dasar pendidikan dan kompetensi kerja yang dibentuk sedemikian rupa sebagai kelanggengan mata rantai industri. Dengan itu beruntunglah para karyawan kerah putih dalam hal pendapatan yang melebihi standart.
Memang tidak bisa dirasa untuk sinis, merekapun tentunya keluar banyak modal dalam penebusan ijazah dari industri pendidikan yang mereka tempuh. Dalam masyarakat kapitalisme muktahir modal akan berbalas dengan modal karna ketentuan sistem. 
Karyawan kerah putih adalah mereka yang berkecimpung dalam menejemen. Dari merekalah kelas menengah masyarakat tercipta. Berbeda dengan karyawan kelas lapangan yang hanya mendapat pendapatan minimal dan menempati pos struktural paling buncit didalam kelas masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline