Lihat ke Halaman Asli

Komar Udin

Wiraswasta

Pemilu dan Problem Netralitas

Diperbarui: 29 November 2023   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PEMILU DAN PROBLEM  NETRALITAS

Oleh : Komarudin Daid

Apa bisa Aparatur Sipil Negara atau Asn, TNI , Polri, kejaksaan,kehakiman, mahkamah konstitusi, Mahkamah Agung sampai kepala desa bersikap netral pada pemilu 2024 ?. Bagai mana meyakinkan masyarakat  kalau mereka benar-benar bersikap tidak memihak salah satu partai, caleg dan poslon presiden dan wakil presiden tertentu?.

Kapolri Listiyo Sigit berulang kali menegaskan komitmen institusinya soal netralitas polisi, terakhir beliau malah meminta agar masyarakat ikut mengawasi anggota polisi dan melaporkan kalau ada anak buahnya yang tidak netral. Panglima TNI yang baru dilantik Jendral  Agus  Subiyanto juga memastikan kalau TNI pasti netral,bahkan mempertegas kalau netralitas lembaga yang dipimpinnya adalah harga mati.  Apalagi presiden Jokowi berulang kali menegaskan soal keharusan netralitas ASN.

Selaku presiden beliau  mengundang ketiga capres untuk santap siang di istana negara, tentu saja ini upayanya membangun opini masyarakat soal posisi netralitasnya selaku presiden terhadap ketiga  capres yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subiyanto. Terkesan presiden tidak berpihak kesalah satunya dengan mengajaknya ketiga capres tersebut makan siang bersama.

Entah sudah berapa banyak petinggi dinegeri ini bicara soal netralitas pemilu.Belum lagi pernyataan dan ajakan berupa spanduk,banner,stiker dan lainya. Semua menyatakan komitmen, ajakan pemilu damai dan menjaga netralitas dari lembaga yang dipimpinnya masing-masing.

Pertanyaanya sejauh mana statemen, himbauan,atau ajakan bahkan yang disertai ancaman tersebut betul- betul dilaksanakan?. Sementara Masyarakat bisa menyaksikan sendiri apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan. Buat orang awam yang  buta politik mungkin  membingungkan dengan tidak sambungnya antara ucapan dan kenyataan. Tapi lain lagi buat orang yg sudah terbiasa mengikuti berita politik,paham seluk beluk politik, mengenal permainan politik, meresponnya santai,sambil nyeruput segelas kopi dan sebatang rokok, senyum santai karena menganggapnya sebagai dagelan politik saja,jadi tidak perlu setres seperti orang awam.

Mereka tidak kaget dengan situasi seperti apapun, toh dipolitik semua bisa terjadi. Apalagi sekedar persoalan netralitas yang masih berada pada area abu-abu,yang bisa disiasati seribu satu cara. Bukankah soal kecurangan,termasuk isu netralitas dari pemilu satu kepemilu lainnya selalu menjadi bagian yang selalu ikut meramaikan  sekaligus memanaskan situasi pemilu ?.

KECURANGAN KASAT MATA

Kecurangan pemilu yang salah satunya adalah keberpihakan pejabat negara atau  Asn, TNI,Polri, sampai kepala desa . yang membedakan pemilu kali ini dengan pemilu sebelumnya, kecurangan pemilu kali ini terlihat lebih kasat mata,sistematis dan masiv. Kehadiran 15 ribu kepala desa se Indonesia pada tanggal 19 November di Gelora Bung Karno Jakarta adalah salah satu faktanya.

kecurangan semuanya tersaji dengan jelas dihadapan publik. Diawali dengan rekayasa MK yg menguji pasal 169 undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017, yaitu batas usia calon presiden dan wakil presiden yang minimal berumur 40 tahun. Memang pada prase umurnya tidak dirubah tetap 40 tahun,tetapi ada tambahan kalimat yang menjadi kesatuan yang tdk terpisah dari keputusan tersebut yaitu "sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline