Menarik utk melihat kondisi terakhir dari koalisi perubahan yg terdiri dari 3 partai menengah Nasdem,PKS dan Demokrat,bagaimana tidak karena sampai saat ini koalisi yg mengusung Anies Baswedan menjadi Capres 2024 belum menemukan jalan utk menetapkan Cawapres Anies.
Baik PKS maupun Demokrat punya hasrat yg sama yaitu menjadi Cawapresnya Anies Baswedan,sementara slot yg tersedia hanya satu. Tentu saja PKS tdk sudi hanya menjadi pengusung sambil melihat kemesraan Anies dan AHY bersanding sebagai capres - Cawapresnya, seperti itu pula sikap yg dipegang teguh Demokrat, tidak mungkin rela kader partai Demokrat dan PKS menjadikannya tenaga markating utk mengkampanyekan keduanyajadi pasangan Capres-cawapres.
Dari sinilah titik persoalan yang sesungguhnya, bukan karena alasan atau Faktor lain yg coba disampaikan ke publik oleh juru bicara dari ketiga partai tersebut,mulai dari mencari waktu yg tepat utk mengumumkan pendamping Anies, masih mematangkan model koalisi atau alasan lainnya. Tentu publik tidak seawam itu utk mengetahui alasan molornya pendamping Anies dari Demokrasi atau PKS.
Sementara itu aturan parlementory treshold mengharuskan pasangan capres Cawapres harus diusung oleh partai atau gabungan partai yg memiliki kursi diDPRRI 20 persen atau 25 persen suara nasional, maka koalisi menjadi kewajiban politik bagi Nasdem,Demokrat & PKS. Satu saja dari ketiga partai tersebut keluar dari koalisi,maka pencapresan Anies secara otomatis tdk sah alias bubar.
Gelagat bubar inilah yg nampaknya makin kentara ketimbang soliditas atau kekompakan koalisi yg mereka bari nama Koalisi perubahan. Apalagi kemarin para elit Nasdem menyambangi kantor Sekretaris bersama ( Sekber ) Gerindra - PKB ,tentu saja bacaan politiknya menjadi lebih menarik. Tidak bisa dimaknai sebatas silaturrahmi. Mustahil kehadiran Ahmad Ali bersama elit Nasdem lainnya tanpa diketahui Suryo paling sebagai ketum Nasdem, yg lebih mungkin malah kehadiran mereka kekantor sekber Geridra-PKB atas perintah Surya paloh.
Isu Keretakan Koalisi perubahan menjadi semakin mendekati kebenarannya. Faktor awal tentu saja tidak adanya kesapakatn siapa pendamping Anies, karena PKS maupun Demokrat menghendaki posisi yg sama alias tidak ada yg mau mengalah.
Lalu apa mungkin ngototnya PkS dan Demokrat utk sama-sama mengambil posisi cawapres menjadi satu-satunya alasan keretakan koalisi perubahan?. Apa iya hal itu menjadi satu-satunya alasan tanpa ada faktor krusial atau bahkan lebih krusial yg menjadi penyebabnya?
Kita tentu masih ingat dengan riuh redahnya kasus balapan mobil Formula E yg digelar pada bulan Juni 2022 lalu. Sejak awal perencanaan ,soal comitmen fee yang bernilai pantasis sebesar 560 milyar ,waktu perhelatan yg tetap harus dilakukan walaupun Anies tdk lagi menjabat gubernur DKI Jakarta alias sudah berganti gubernur lain dan hal lainnya lagi yg ikut meramaikan isu seputar Formula E dan kabarnya KPK sedang mengusut kasus ini.
Diluar isu Formula E masih ada isu lain yg juga tdk kalah panasnya, yaitu isu dugaan korupsi Bansos Anies Baswedan yg diungkap oleh pegiat medsos Rudy Palinka. Nilainya tidak tanggung-tanggung hingga melebihi 2 triliun . Dalam unggahannya Rudi malah menyertakan video tumpukan sembako utamanya beras yg sudah membusuk disalah satu gudang yg diduga disewa oleh perumda DKI yg bertanggung jawab menyalurkan barang sembako tersebut utk masyarakat DKI Jakarta, akibat atau dampak covid 19 utk tahun 2020-2021.lagi-lagi kabarnya kasus inipun sedang diselidiki aparat hukum.
Ancaman resufle menteri Suryo Paloh,pasca Deklarasi pencapresan Anies Baswedan, tentu saja menjadi perhatian serius utk Nasdem dan bahkan bisa jadi hantu yg menakutkan. Dilain sisi kampanye Anies dibeberapa daerah mulai diwarnai penolakan,seperti yg baru- baru ini dilakukan masyarakat Bandung,bukan mustahil eskalasinya membesar dan menjadi trend tersendiri sebagai bentuk penolakan masyarakat.
Ketika hal-hal yg diuraikan diatas benar- benar terjadi, maka mempertahankan koalisi nampaknya benar-benar menjadi langkah sia-sia dan hanya membuang-buang waktu. Karenanya berpikir menyusun strategi baru utk Nasdem yg sudah terlanjur mendeklir Anies sebagi wapres, menjadi pilihan yg jauh lebih penting ketimbang terus menggadang-gadang Amies , mumpung masih cukup waktu utk menuju pilpres dan pileg 2024, toh kampanye Anies yg dilakukan selama nyaris tdk berdampak pada kenaikan suara Nasdem.