Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika saya menyebut kata Semar? Mungkin jawabannya akan sangat beragam tergantung dari perspektif Anda masing-masing. Beberapa jawaban di antaranya adalah sebagai berikut:
- corak batik
- kudapan (semar mendem)
- ilmu pengasihan (semar mesem)
- tokoh punakawan (Batara Ismaya Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar)
- bijaksana
- lucu
- sederhana.
Sedangkan jika saya bertanya apa makna kata "super"? Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kita dapat menemukan artinya yaitu: di atas, lebih tinggi, sangat.[i] Makna lainnya adalah: lebih dari yang lain, luar biasa, istimewa.[ii] Bagaimana jika kedua kata tersebut kemudian digabungkan menjadi "Super Semar"? Maka maknanya yaitu "tokoh yang sangat bijaksana dan istimewa".
Lalu apa kaitan antara "Super Semar" dengan tanggal 11 Maret, yang menjadi tonggak sejarah Yayasan Anakku dan Perguruan Islam Al Izhar Pondok Labu yang didirikan pada 11 Maret 1987? Adakah relevansi di antara keduanya? Makna apa yang bisa kita rekonstruksi, sehingga bisa memperkaya wawasan dan kesadaran kita sebagai sebuah bangsa yang besar?
Jika menyelusuri berbagai literatur sejarah Bangsa Indonesia, maka kita akan menemukan bahwa tanggal 11 Maret 1966 merupakan momentum penting bagi bangsa ini ketika menghadapi krisis politik yang sangat potensial memecah belah bangsa akibat sebuah peristiwa yang disebut sebagai Gerakan 30 September PKI (G30S).
Pada tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, sekelompok (oknum-oknum) Tentara Nasional Indonesia yang menamakan dirinya Gerakan 30 September membunuh enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat, merebut kendali sementara di beberapa bagian wilayah Jakarta, dan mengeluarkan sejumlah keputusan melalui Radio Republik Indonesia dalam percobaan kudeta. Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan dalang atas percobaan kudeta tersebut. Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, Presiden Soekarno menunjuk Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, untuk mengambil langkah yang diperlukan dalam memulihkan keamanan negara yang mulai tidak stabil.
Soeharto meresponnya dengan membentuk Kopkamtib dan menggelar operasi untuk menyingkirkan PKI di berbagai daerah. Namun karena situasi semakin memanas dan cenderung tidak terkendali, kemudian Presiden Soekarno membuat Surat Perintah yang beliau tandatangani pada tanggal 11 Maret 1966 untuk Letnan Jenderal Soeharto, sebagai landasan hukum dalam mengatasi situasi keamanan dan kondisi pemerintahan yang buruk pada masa pembersihan setelah terjadinya G30S PKI. Dokumen tersebut kemudian terkenal dengan sebutan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang secara substansi adalah dokumen peralihan kekuasaan dari rezim Orde Lama ke Orde Baru.
Jika kita merunut fakta-fakta sejarah tersebut, terutama mengenai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, kemudian dikaitkan dengan momen pendirian Al-Izhar tanggal 11 Maret 1987, dan tokoh punakawan Semar, hal itu laksana tiga dimensi dalam satu kesatuan makna. Istilah kekiniannya adalah "3 in 1". Kita bisa mambayangkan, apa yang akan terjadi jika Presiden Soekarno tidak menandatangani Supersemar? Mungkinkah Bangsa ini akan mengalami konflik berkepanjangan, perang saudara dan kemudian terpecah belah seperti Negara-negara Balkan dan Uni Soviet?
Dengan demikian, merekonstruksi makna Supersemar, yang dihubungkan dengan tokoh punakawan Semar, adalah upaya yang sangat bernas agar bangsa ini bisa belajar bagaimana momentum dan dokumen Supersemar menjadi peristiwa sejarah yang mencerminkan kearifan/kebijaksanaan Bangsa Indonesia yang direpresentasikan oleh Presiden Soekarno yang memberikan mandat, maupun Soeharto yang menerima mandat, karena muara dari keseluruhan dinamika sejarah tersebut adalah bagaimana menyelamatkan bangsa dan negara.
Pendirian Al-Izhar oleh Bapak Bustanil Arifin pada tanggal 11 Maret 1987, tentu saja dalam rangka meneladani peristiwa penting tersebut, karena Ang Bus (begitu beliau biasa disebut oleh cucu-cucunya) sejak remaja sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Jadi beliau paham betul arti penting 11 Maret bagi bangsa kita dan ingin mewariskan kepada generasi berikutnya secara sistematis melalui lembaga pendidikan Al Izhar dengan visi, "Menjadi pusat pendidikan yang menumbuhkembangkan Intelektual Islam berwawasan luas".[iii] Jika visi tersebut dihubungkan dengan tokoh Semar, maka secara substansial Al Izhar mendambakan setiap peserta didiknya, suatu saat nanti memiliki kepribadian seperti Semar yang bijaksana, sederhana, berintegritas, peduli, dan menebarkan welas pada sesama.
Rekonstruksi makna ini paling tidak merupakan perpaduan tiga faktor, yaitu aspek historis masa lalu (Supersemar), kearifan lokal yang memiliki makna universal (tokoh Semar), dan harapan masa depan (visi Al Izhar) untuk "melahirkan" generasi mendatang yang mampu mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, sebagai mana yang tercantum dalam konstitusi kita. Tantangannya adalah apakah spirit dan rekonstruksi makna ini dihayati oleh segenap pemangku kepentingan di Al Izhar? Ataukah kita cenderung terjebak rutinitas teknis harian, tanpa menyisakan waktu untuk merefleksikan diri dan manggali makna-makna terdalam dari setiap langkah yang kita lakukan?
Tulisan sederhana ini bertujuan sebagai pengingat, betapa pentingnya bagi setiap kita untuk hening sesaat, melihat lebih jernih ke sekeliling kita dan merangkai makna dari momentum HUT Al-Izhar yang pada tanggal 11 Maret 2023 mencapai usia yang ke-36.