Jika saya bertanya kepada Anda, apakah Al-Izhar merupakan sekolah Islam? Saya yakin, kemungkinan terbesar di antara Anda akan menjawab "ya". Jika pertanyaannya saya lanjutkan, apa alasannya? Jawabannya pasti sangat beragam. Saya mencoba mengidentifikasi variasinya sebagai berikut:
Karena sesuai dengan namanya, Perguruan Islam Al-Izhar.
Karena selaras dengan visi dan misi lembaga.
Karena adanya pembiasaan ibadah ritual harian.
Karena jumlah jam pelajaran Pendidikan Agama Islamnya lebih banyak dari sekolah umum.
Karena banyaknya program-program kegiatan bernafaskan Islam.
Karena 100 persen muridnya bergama Islam.
Karena arsitektur bangunannya bernuansa Islam.
Karena ada masjid besar di lantai empat gedung utama yang terlihat jelas dari luar.
Serta kemungkinan jawaban lainnya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan perspektif filosofis, saya harus menggali dan menata ulang peristiwa lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Sekitar bulan September tahun 1995, SMA Al-Izhar yang baru memiliki satu angkatan berjumlah 80 murid, mengadakan lomba Majalah Dinding (Mading), yang memanfatkan dinding kelas masing-masing. Setiap kelas, yang pada waktu itu berisi 20 murid, dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok harus memilih tema yang akan jadi kajian dalam perlombaan tersebut. Beragam tema yang mereka pilih. Ada yang tertarik pada masalah pemanasan global, pengelolaan sampah, meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar, kebudayaan popular, olah raga dan sebagainya.