Lihat ke Halaman Asli

Drs. Komar M.Hum.

Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Apakah Agama Menutup Diri dari Imajinasi?

Diperbarui: 13 Mei 2018   22:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: mutiarapublic.com

Bagi kaum "sumbu pendek" yang mudah tersulut api amarah, pemelihara dendam dan kebencian, kini saatnya kalian mengakhiri semua itu dengan cara lebih banyak "iqra", membaca dan terus membaca, sehingga menghasilkan perspektif dan kesadaran baru, perluasan horison pengetahuan, serta pendalaman pemahaman. Satu di antara buku yang saya anjurkan untuk kalian baca adalah "BAYANG-BAYANG TUHAN: AGAMA DAN IMAJINASI", karya Yasraf Amir Piliang.

Keluasan dan kedalaman pengetahuan akan mampu membuat kalian lebih jernih dalam berpikir, lebih bijak dalam berucap dan bertindak. Terlebih lagi dalam momentum peringatan Isra Mi'raj saat ini, yang sangat monumental dalam sejarah perkembangan Islam, welas asih dan kearifanlah yang seharusnya dipelihara dan ditumbuhkan.

Agar umat beragama dan bangsa ini tidak terperosok dalam kekonyolan demi kekonyolan yang menguras energi, sudah tiba waktunya kita membuka ruang-ruang interpretasi terhadap fenomena atau realitas keagamaan melalui beragam pendekatan, termasuk pendekatan kebudayaan.

Agama merupakan gerak pendulum antara kepatuhan dan aturan, antara hasrat dan pembatasan, antara doktrin dan kreativitas, antara ajaran dan imajinasi.

www.goodreads.com

AGAMA MEMERLUKAN IMAJINASI, karena ia adalah proses "pembacaan" terhadap ayat atau tanda ketuhanan. Membaca tanda ketuhanan tidak mungkin tanpa kapasitas imajinasi, yaitu membayangkan realitas yang ditandai. Agama tidak bisa hidup tanpa peran imajinasi, termasuk imajinasi tentang yang transenden. Orang harus membayangkan Tuhan, malaikat, iblis, surga, neraka, dan tidak dianjurkan memanifestasikannya ke dalam wujud-wujud konkret.

Oleh karena itu agar telaah agama dan realitas keberagamaan menjadi sebuah kajian yang hidup, dinamis, dan produktif, diperlukan keberanian untuk mengubah sudut pandang, menggeser teropong epistimologis, dan mengganti pisau analisis, sehingga  bisa membentangkan panorama yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Agama selama ini selalu dikaitkan dengan dunia kepatuhan, kebiasaan, pengulangan, tradisi atau sesuatu yang "a taken for granted". Seolah-olah tidak ada ruang bagi daya kritis, reinterpretasi, dan kreativitas. Tidak ada celah bagi terobosan, kebaruan, inovasi, dekonstruksi, dan diversifikasi. Sehingga bagi sebagian kalangan, atmosfer keagamaan seperti ini sangat memenjarakan dan membosankan.

Dalam kondisi seperti ini, ketika muncul gerakan alternatif agama, cara baru dalam ritual, metode baru dakwah, semua itu menimbulkan masalah, kontradiksi, bahkan konflik, karena dianggap menunjukan sifat-sifat ketidaktetapan, penyimpangan, abnormalitas, ketidakpatuhan, dan pengingkaran. Segala kebaruan itu dipandang sebagai produk angan-angan, khayalan, dan imajinasi artifisial manusia semata yang bertentangan dengan "kehendak Tuhan".

Pandangan di atas mengundang pertanyaan, apakah imajinasi, reinterpretasi, dan kreativitas tidak memiliki tempat di dalam kehidupan beragama? 

Jika dikaji dengan cermat, sejarah kenabian, diwarnai dengan lukisan imajinatif, tentang sebuah "umat terbayangkan" yang berupaya diwujudkan melalui perjuangan sungguh-sungguh, konsisten, berkelanjutan, pantang menyerah, dan bahkan dengan pengorbanan diri. Itulah yang dimaksud dengan "imajinasi kerasulan", yaitu sebuah bayangan masa depan umat yang berdasarkan wahyu Tuhan.

Dalam peradaban Islam, kekuatan imajinasi bahkan hidup dalam dunia keseharian, terutama pada zaman kejayaan peradaban Islam. Pada waktu itu imajinasi tentang jagat raya, dunia fisika bahkan metafisika, mewarnai kesadaran kolektif umat, sehingga mampu menghasilkan banyak gagasan dan penemuan besar bagi dunia pemikiran, filsafat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penemuan aljabar, astronomi, dan kedokteran adalah beberapa di antara produk kekuatan imajinasi umat.

Imajinasi adalah mekanisme psikis dalam melihat, melukiskan, membayangkan, atau memvisualkan sesuatu di dalam struktur kesadaran, yang menghasilkan sebuah citra pada otak. Namun, apa yang kita bayangkan dapat berasal dari dunia luar atau di dalam dunia mental itu sendiri. Imajinasi adalah struktur mental mengenai bagaimana seseorang membuat potret dunia, yaitu konsepsi, representasi, dan makna dunia, dengan sudut pandang, perasaan, logika, dan keyakinan tertentu. Jadi secara sederhana imajinasi dapat disimpulkan sebagai proses kreatif dalam memaknai diri dan dunia sekitar kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline