Lihat ke Halaman Asli

Komar

Menyajikan berita teraktual dan terpercaya

Elemen Sipil di Aceh Nilai Raperpres Tugas TNI Atasi Terorisme Memicu Trauma Konflik

Diperbarui: 5 Desember 2020   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman, Istimewa

Banda Aceh - Elemen sipil di Aceh menilai Rancangan Peraturan Presiden (RaPerpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme dapat memicu trauma konflik masa lalu di Aceh. Mengingat RaPerpres dinilai membuka ruang militer terlibat di ranah sipil secara lebih luas.

Hal itu disampaikan pada webinar nasional tentang "Membedah Rancangan PerPres Tentang Tugas TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme Dari Perspektif Perempuan, Hukum dan HAM" yang diselenggarakan oleh Flower Aceh, KontraS dan Pusham Unsyiah pada Senin, 1 Desember 2020.

Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh,
Suraiya Kamaruzzaman, mengatakan RaPerpres tersebut dapat ketakutan, trauma, kehancuran ekonomi, pemiskinan sistematis, dan peradaban yang menyebabkan hari ini Aceh tertingal dalam seluruh aspek pembangunan.

Ia menyampaikan mengkritisi RaPerpres ini bukan bermaksud untuk mendiskreditkan upaya pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme, hanya saja harus ada aturan main yang jelas dan tidak terkesan tumpang tindih dengan kewenangan lembaga yang sudah dibentuk dan memiliki tugas yang sama dalam mengatasi aksi terorisme serta  mencegah potensi menyalahi kewenangan dan pelanggaran HAM.

Selain itu, Akademisi Universitas Airlangga, Pribadi Kusman, mengingatkan pentingnya pembatasan kewenangan sehingga upaya pemberantasan terorisme tidak berpotensi menyalahi kewenangan dan pelanggaran HAM.

Akademisi Universitas Airlangga, Pribadi Kusman, Istimewa

RaPerpres terorisme yang memberikan wewenang dan ruang besar kepada aparat pertahanan Negara, yaitu institusi militer dalam penanganan terhadap terorisme dalam batasan yang jelas dapat melanggar norma-norma standard HAM manusia dan standar politik berbasis pada supremasi sipil, serta dapat mengarah pada ancaman politik baru yakni terbentuknya rezim politik dapat membawa berbagai perangkat regulasi dan hegemoninya dari era Suharto dalam kondisi politik post-otoritarianisme.

Sementara itu, Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma menilai RanPerpres tugas TNI dalam mengatasi terorisme ini terlalu dipaksakan dan sarat muatan politis. Sehingga pesan yang tertangkap seperti ada motivasi atau tujuan politik tertentu, yang hendak menjerumuskan TNI dalam imajinasi peran dan fungsi seperti masa lalu-masa sebelum era reformasi dan perkembangan zaman seperti sekarang.

Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma, Istimewa

Menurutnya RanPerpres ini dapat merusak tatanan hukum, mencampuradukkan fungsi antar organ pemerintah, merusak agenda reformasi TNI yang selama ini diupayakan oleh berbagai kalangan baik akademisi, masyarakat, mungkin juga sebagian kalangan internal TNI dan Purnawirawan TNI yang menginginkan TNI menjadi lebih baik sebagaimana dicita-citakan akan menjadi alat pertahanan yang profesional dalam sistem negara demokrasi yang menjunjung supremasi sipil dan prinsip-prinsip HAM.

Akademisi Universitas Paramadinah, Dr. Phil Siskha Prabhawaningtyas mengingatkan agar Raperpres dapat mengakomodir kepentingan masyarakat luas, sehingga pelibatan masyarakat untuk menjamin kepercayaan publik menjadi keniscayaan.

Selain itu, harus dipastikan tidak menimbulkan dualisme dalam penggunaan instrument Negara, serta memastikan penanggulangan terorisme dapat dilakukan secara efekktif dan efisien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline