Banda Aceh - Meski mendapat penolakan dari berbagai pihak terutama buruh. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia tetap menyetujui Omnibus Law rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi undang-undang, Senin, 5 Oktober 2020.
Dalam hal ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Dinaskermobduk) Aceh, Iskandar Syukri mengatakan, sangat mendukung penuh apabila Pemerintah Aceh menggunakan kekhususan Aceh yaitu Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang diatur dalam Qanun Aceh tentang Ketenagakerjaan di Aceh.
"Kami sangat mendukung penuh apabila kekhususan Aceh yang diatur dalam Qanun Aceh No. 7 tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan itu di jalankan," kata Iskandar kepada KBA.ONE melalui pesan WhatsApp, Rabu, 7 Oktober 2020.
Namun, lanjutnya, Qanun Aceh tentang Ketenagakerjaan di Aceh itu perlu direvisi dan dilakukan penyesuaian supaya tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden (Prepres) No. 20/2018 dan permenaker No. 10/2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
"Insya Allah apabila sudah direvisi akan kita jalankan. Dan ini harus ada dukungan dari Gubernur dan DPR Aceh. Karena akan berhadapan dengan hukum apabila nanti kami salah dalam bertindak terhadap perusahaan," tutur Iskandar.
Sementara itu, Iskandar juga menyampaikan, saat ini perlu untuk kita mempelajari terlebih dahulu mana dari Omnibus Law yang bertentangan dengan kehendak rakyat Aceh atau pekerja di Aceh.
"Karena setahu saya tidak semua bertentangan dengan kehendak pekerja di Aceh," kata Iskandar, usai menghadiri pernyataan sikap oleh Aliansi Buruh Aceh di DPRA, Selasa, 6 Oktober 2020.
Menurutnya, saat ini sudah ada lima item yang telah di akomodir dari sembilan item yang di permasalahkan oleh Aliansi Buruh di Aceh dalam UU Ciptaker atau Omnibus Law. Sementara itu, sisa empat item lagi yang belum di akomodir.
"Setahu saya ada lima item yang telah di akomodir dari sembilan item yang dipermasalahkan oleh Aliansi Buruh. Jadi sekarang tinggal 4 item yang belum di akomodir, jadi kita harus teliti dulu," tutur Iskandar.
Kemudian, lanjutnya, pihaknya nanti akan duduk kembali dengan DPRA dan Pemerintah Aceh untuk melakukan pembahasan kembali mengenai pasal-pasal yang tidak sesuai dengan tenaga kerja yang ada di Aceh.
Persoalan yang paling substansi yang dipermasalahkan oleh pekerja yang sudah di akomodir itu yaitu berkaitan dengan pesangon dan juga terkait tenaga kerja outsourching yang disebutkan tidak ada batas dan beberapa poin lainnya.