Lihat ke Halaman Asli

Populasi sapi lokal turun..Salah siapa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dimulai beberapa Tahun yang lalu...Harga Sapi siap potong terus turun dan harga pedet pun turun sampai di harga yang tidak masuk akal.  Saat itu, pedet hanya laku dijual seharga Rp 800 000 per ekor dan kalau tidak salah harga sapi siap potong berkisar di Rp 21 000 - Rp 22 000 per KG hidup.  Padahal membesarkan sapi memerlukan waktu beberapa Tahun.

Kegairahan peternak rakyat pun pudar, tenaga dan waktu yang dicurahkan tidak mendapat hasil yang memadai.  Hanya sebagian kecil peternak rakyat yang bertahan, sebagian besar menyerah.

Saya ingat, saat itu saya mendorong para peternak untuk membeli pedet untuk dibesarkan, apalagi harganya sangat murah..Tapi apa daya, selain karena padamnya semangat, musim kemarau pun membuat peternak rakyat enggan memelihara sapi.  Terutama karena sulitnya memperoleh rumput sebagai pakan utama sapi.

Di daerah ada Dinas Peternakan, yang tentunya bisa memberi masukan kepada Departemen Pertanian mengena realita di lapangan.  Sehingga masalah ini harusnya dapat diatasi sedini mungkin dan tidak menyebabkan masalah besar di kemudian hari (terbukti khan?)

Saya lihat hampir di segala bidang Pertanian dan Peternakan seperti itu, bergerak sendiri tanpa arah yang jelas...Jeritan petani dan peternak hanya didengar saat Kampanye, setelah itu dianggap sebagai suara tiupan angin saja.

Jika untuk pekerja Pemerintah bisa menetapkan UMR, kenapa untuk petani dan peternak tidak dilakukan hal yang sama?  Jangan biarkan petani dan peternak menjual hasil produksinya dibawah biaya produksi, karena dengan begitu sama saja Pemerintah membunuh mereka pelan-pelan.

Biaya produksi produk pertanian dan peternakan sangat mudah untuk dihitung, dan dari angka itu bisa ditetapkan harga dasar petani dan harga maksimum untuk konsumen.  Tanpa itu, tidak ada insentif bagi petani dan peternak untuk berproduksi.

Petani dan peternak tidak bisa disalahkan jika tidak berproduksi karena selalu merugi, Pemerintah lah yang harus disalahkan karena tidak mengambil langkah antisipasi terhadap gejala gejala yang sebenarnya sangat jelas kelihatan.

Perlu saya garis bawahi, petani dan peternak tidak cengeng, mereka semua pekerja keras dan ulet..Hanya satu yang diinginkan, yaitu mendapatkan harga yang sesuai dengan jerih payahnya.

Salam dari Nusa Damai yang kehilangan lahan pertanian 1000 Hektar per Tahun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline