Lihat ke Halaman Asli

Penerapan Green Chemistry: Aplikasi Biopestisida dan Ionic Liquid

Diperbarui: 31 Desember 2023   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Green Chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah produk maupun proses yang mengurangi ataupun meminimalisir penggunaan dan penghasilan zat-zat (substansi) berbahaya. Green chemistry mengedepankan suatu pendekatan terhadap perancangan, proses pembuatan, dan pemanfaatan produk-produk kimia sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi serta menghilangkan bahaya dampak buruk suatu zat kimia terhadap lingkungan termasuk manusia. Pendekatan kimia hijau bertujuan untuk menghilangkan dampak buruk zat kimia sejak pada proses perancangan. Salah satu penerapan Green Chemistry dalam kehidupan yaitu aplikasi biopestisida dan ioniq liquid.

Biopestisida dapat diartikan berdasarkan tiga suku kata yakni, bio yang bererti hidup, pest berarti hama atau organisme pengganggu yang dapat menyebabkan penyakit hingga kematian, dan sida yang diartikan pembunuh. Biopestisida ialah semua bahan hayati yang berupa tanaman, hewan, mikroba atau protozoa yang dapat dijadikan untuk memusnahkan hama. Tumbuhan yang kaya akan bahan aktif berfungsi sebagai alat pertahanan, penarik, antifertilitas, pembunuh, antioksidan dan antimikroba. Munarso, dkk, 2012; Hartini, dkk, 2018 menyatakan bahwa biopestisida bersifat mudah terdegradasi di alam (biodegradable) sehingga residunya pada tanaman dan lingkungan tidak signifikan.  Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida alami. Berdasarkan perkiraan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili. Beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai biopestisida karena kandungan kimianya antara lain sebagai berikut.

  • Kulit durian, merupakan satu bahan hayati yang mengandung senyawa metabolit sekunder seperti senyawa flavonoid, saponin, dan polifenol. Kandungan senyawa metabolit sekunder pada kulit durian sebesar 8,31 mg/g, senyawa metabolit sekunder dimanfaatkan sebagai antioksidan dan antimikroba berperan sebagai pembasmi hama.
  • Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) diduga dapat digunakan sebagai bahan biopestisida karena mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu tanin, alkaloid, saponin dan flavonoid. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada daun lamtoro dapat digunakan sebagai pengendali hama ulat grayak.
  • Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai larvasida alami. Lada mengandung senyawa seperti alkaloid piperin (5,3-9,2%), kavisin (1%), metilpirolin, minyak atsiri (1,2-3,5%) yang mengandung felandren, dipentene, kariofilen, enthoksilin, limonene. Kandungan senyawa yang terdapat pada lada memiliki aktivitas sebagai larvasida terutama pada konsentrasi 1% yang dapat mematikan larva dengan persentase kematian tertinggi.
  • Kipahit (Tithonia diversifolia) terdapat senyawa sesquiterpene lactones, diterpenes, flavonoids dan sterolsand, selain itu juga mengandung phytosterols, xanthans, coumarins, ceramides, dan chromones dalam jumlah yang lebih rendah. Ekstrak diklorometana daun kipahit pada 1000 ppm merupakan insektisida terbesar aktivitas, menyebabkan 70% kematian semut pekerja Ata cephalotes.
  • Kulit bawang mengandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi tanaman, kandungannya meliputi, mineral (Ca, K, Mg, P, Zn, Fe), hormon auksin dan giberelin. Kulit bawang merah dan bawang putih mengandung senyawa acetogenin yang berguna untuk mengendalikan dan dapat membunuh hama serangga pada tanaman.

Untuk jenisnya sendiri biopestisida disesuaikan dengan target organisme pengganggu. Biopestisida yang sering digunakan dalam mengatasi masalah hama yang mengganggu budidaya pertanian ialah bioinsektisida, biofungisida dan bioherbisida.

Selain biopestisida, teknologi green chemistry yang lain yaitu Ionic liquid atau cairan ionik. Cairan Ionik (ILs) adalah garam dalam keadaan cair. Dalam beberapa konteks, istilah ini dibatasi pada garam yang titik lelehnya berada dibawah suhu tertentu seperti 100C. Jika pada suhu kamar berbentuk cair, kita menyebutnya cairan ionik suhu kamar (RTIL). Cairan ionik merupakan cairan yang terdiri dari ion kation organik dan anion poliatomik organik atau anorganik. Karena terdapat banyak kation dan anion yang diketahui dan potensial, potensi jumlah cairan ionik dibandingkan dengan pelarut organik sangatlah besar. Umumnya senyawa ionik berbentuk padat pada suhu kamar karena gaya tarik elektrostatik yang kuat antara kation dan anion dalam kisi kristal, tetapi cairan ionik berbentuk cair pada suhu kamar karena adanya asimetri pada senyawa yang mengurangi energi kisi struktur kristal dan karena titik leleh garamnya. Mengapa cairan ionik dapat dikatakan sebagai bahan ramah lingkungan, karena cairan ionik memiliki beberapa sifat, yaitu:

  • IL multikomponen dapat dibentuk dengan mencampurkan garam cair dengan garam anorganik.
  • Sifat-sifat tertentu seperti daya larut, hidrofobisitas, viskositas, densitas, dll. dapat disesuaikan atau disetel agar sesuai dengan aplikasi tertentu.
  • Ion-ion dalam IL disatukan oleh gaya koloid dan dengan demikian memberikan tekanan uap mendekati nol di atas permukaan cairan. Jadi, IL tidak mengeluarkan VOC yang berpotensi berbahaya selama pengangkutan, penanganan, dan penggunaannya.
  • IL tidak teroksidasi sehingga tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak.
  • Kecepatan reaksi meningkat dalam IL karena karakter ioniknya.
  • IL dapat disimpan tanpa penguraian untuk waktu yang lama.
  • IL tidak membentuk ikatan koordinat dengan kompleks logam.
  • IL stabil pada kisaran suhu yang luas.
  • Anion yang umum hadir dalam IL adalah nitrat, fosfat,tetrafluoroborat, tetrafluorometana sulfonat, hidrogen sulfat, benzoat, asetat, format & halida dan kation yang umum digunakan dalam IL adalah kation imidazolium, pirrolidinium, amonium, fosfonium & piridinium.
  • Bagian kationik organik yang besar dan bagian anionik anorganik yang lebih kecil membuatnya mampu melarutkan bahan organik dan anorganik.

Aplikasi cairan ionik sangatlah luas dan hampir menyeluruh didunia. Cairan ionik dapat digunakan sebagai pelarut atau katalis dalam proses sintesis, kolom kromatografi gas, pengolahan biomassa, elektrolit dalam baterai, dan sel bahan bakar di bidang elektrokimia. Juga aplikasi dibidang teknik industri seperti pelumas, industri farmasi, obat-obatan.

Sumber:

Ahmad, Islamudin. Application of Ionic Liquid as a Green Solvent for Polyphenolics Content Extraction of Peperomia pellucida (L) Kunth Herb. Journal of Young Pharmacists, Vol 9, Issue 4, Oct-Dec, 2017

Saputri, A. E., Hariyanti, D. B., Ramadhani, I. A., & Harijani, W. S. (2020). Potensi daun lamtoro (Leucaena leucocephala) sebagai biopestisida ulat grayak (Spodoptera litura F.). Agritrop: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian (Journal of Agricultural Science), 18(2), 209-216.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline