Lihat ke Halaman Asli

Karakteristik Hari Raya Kuningan : Nasi Kuning & Tamiang

Diperbarui: 19 November 2021   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KARAKTERISTIK HARI RAYA KUNINGAN 

NASI KUNING & TAMIANG

 

Komang Putri Saharani
2111031226
Rombel 6
Pendidikan Guru sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Ganesha

Pulau dewata atau Bali memiliki berbagai tradisi dan berbagai perayaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali. Umat Hindu pasti sudah tidak asing lagi dengan hari raya Kuningan. Hari raya Kuningan ini dirayakan setelah 10 hari raya Galungan dilaksanakan. Dimana pada tahun ini hari raya Kuningan jatuh pada tannggal 20 November 2021. Hari raya Kuningan jatuh hari sabtu (saniscara) kliwon, wuku kuningan. Pada hari raya Kuningan, umat Hindu menghaturkan persembahan untuk memohon keselamatan, berkah, dan keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hari raya Kuningan bermakna pencapaian atau peningkatan spiritual melalui cara introspeksi agar terhindar dari segala bahaya dan senantiasa di lindungi oleh Ida Sang Hyang Widhi. Persembahyangan pada hari raya Galungan dilaksanakan tepat hanya sampai jam 12 siang saja, karena diyakini setalah setengah hari atau hari sudah siang, Bhatara, dewa, serta para pitara akan kembali ke asalnya yaitu ke surga. Hari raya Kuningan dianggap banyak karakteristik yang berbeda dengan perayaan-perayaan lainnya, salah satu nya yaitu sarana dan prasana yang digunakan pada saat menyambut hari raya Kuningan. Pada saat menyambut atau mempersiapkan hari raya Kuningan, menggunakan nasi kuning tidak nasi putih, nasi kuning ini di isi pada banten-banten seperti banten “soda” dan lain-lain. Mungkin nasi kuning bukan hal yang asing lagi untuk di dengar bagi seluruh orang, namun umumnya nasi kuning digunakan pada saat ada perayaan ulang tahun atau perayaan lain, namun di dalam agama Hindu nasi kuning digunakan sebagai persembahan dalam menyambur hari raya Kuningan. Seperti namanya yaitu Kuningan, nasi yang digunakan sebagai persembahan juga berwana kuning, bukan hanya nasinya bahkan bija yang digunakan pada saat persembahyangan juga berwarna kuning. Itulah karakteristik dari hari raya Kuningan yang menjadi pembeda dari hari raya yang lainnya.

Perayaan hari raya Kuningan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa ihklas dan penuh sradhha kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena pada pada saat hari raya Kuningan, umat Hindu memberikan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi sebagai wujud syukur dari apa yang telah di berikan oleh Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hari raya Kuningan adalah hari raya dimana untuk memperingati kebesaran dari Ida Sang Hyang Widhi yang berwujud Sang Hyang Parama Wisesa. Hari raya Kuningan sebenarnya masih sama dengan perayaan hari raya Galungan, dimana sehari sebelum hari raya Kuningan juga umat hindu melaksanakan hari “Penampahan Kuningan” sama seperti hari raya Galungan, namun tidak sebesar pada hari raya Galungan. Biasanya pada hari raya Kuningan, umat Hindu mempersiapkan ayam yang akan digunakan pada banten Kuningan, selain itu umat Hindu juga mempersiapkan banten-banten atau yang dikenal dengan sebutan “metanding”, biasanya banten pada saaat hari raya Kuningan tidak sebanyak atau sebesar pada saat hari raya Galungan, sehingga kegiatan “metanding” cepat selesai. Kegiatan “metanding” ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu dan anak perempuannya, sambil mengajarkan anak perempuannya supaya bisa “metanding” jika sudah ber-rumah tangga nantinya. Pada saat “metanding” banten yang biasanya di siapkan di desa Tamblang adalah seperti “soda” dan banten “canang raka” yang berisi bermacam buah-buahan serta berisi “jaje” Bali seperti “jaje uli”, dan “jaje” lainnya, lalu berisi canang sari.  Seperti yang sudah dikatakan tadi, bahwa pada saat menyambut hari raya Kuningan, umat Hindu menggunakan nasi yang berwarna kuning yang di sisi didalam sesajen atau ajengan, yang akan digunakan maturan atau sembahyang oleh umat Hindu. Nasi yang berwarna kuning yang ditaruh di dalam ajengan memiliki arti kemakmuran, dimana hal tersebut dianggap sebagai bentuk rasa syukur dan rasa terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi karena beliau telah memberikan dan melimpahkan anugerah serta rahmatnya untuk kemakmuran kepada umat-umatnya yang ada di dunia ini. Selain nasi kuning, ada juga karakteristik dari hari raya Kuningan yang menjadikan hari raya Kuningan berbeda dengan hari raya-hari raya lainnya yaitu Tamiang.

NASI KUNING

Seluruh umat Hindu pasti membuat nasi kuning ketika akan menyambut hari raya Kuningan, karena nasi kuning merupakan salah satu karakteristik pada saat hari raya Kuningan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa nasi kuning ini adalah sebagai lambang dari kemakmuran yang sudah di limpahkan oleh Ida Sang Hyang Widhi ke dunia ini. Nasi kuning ini di buat pada saat sore sebelum hari raya Kuningan atau dibuat pada saat dini hari, namun biasanya di buat pada saat sore menjelang malam supaya bisa mengisi banten dengan nasi kuning, selain itu jika di buat dini hari, biasanya akan kekurangan waktu. Dalam pembuatan nasi kuning, orang-orang cenderung menggunkan cara yang berbeda-beda, namun kebanyakan orang membuat nasi kuning dengan menggunakan santan yang sudah di campur dengan kunyit sehingga warna dari nasi kuning tidak pudar dan terlihat menarik. Hal pertama yang dilakukan untuk membuat nasi kuning adalah menghaluskan kunyit, lalu mencapurkannya kedalam santan, sehingga menjadi warna kuning. Setelah itu, tuangkan santan yang telah tercampur dengan kunyit tadi ke nasi yang setengah matang, tunggu sebentar, dan masukkan daun salam ke dalam nasi, lalu kukus kembali nasi hingga matang. Cara tersebut merupakan cara membuat nasi kuning secara manual tidak menggunakan “rice cooker”, yang biasa dilakukan oleh umat Hindu. Nasi kuning yang sudah matang, di taruh di banten-banten yang akan digunakan pada saat hari raya Kuningan, nasi kuning ini di taruh pada tempat yang bernama “selanggi”, “selanggi” merupakan tempat yang terbuat dari janur atau daun ron, yang biasa digunakan sebagai tempat nasi atau makanan yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang widhi, “selanggi” ini berukuran kecil sampai sedang sehingga bisa di tempatkan di banten-banten yang akan digunakan pada saat hari raya Kuningan. Pada saat menyambut hari raya Kuningan, tidak hanya berisi nasi kuning saja, namun juga berisi “kacang sahur” atau ayam sebagai pelengkap banten.

TAMIANG

Setiap hari raya pasti memiliki suatu karakteristik yang membuat hari raya tersebut memiliki suatu makna dan menjadi hari raya yang unik. Begitu juga dengan hari raya Kuningan, yang memiliki karakteristik yang sudah di kenal oleh seluruh orang, yaitu Tamiang. Tamiang Kuningan menjadi suatu simbol atau tanda yang di buat pada saat menjelang hari raya Kuningan. Tamiang ini merupakan sarana yang harus ada pada saat hari raya Kuningan, karena apabila tidak ada tamiang, hari raya Kuningan juga tidak akan bermakna. Tamiang Kuningan ini berbentuk bulat dengan memiliki variasi-variasi yang menghiasi seluruh permukaan tamiang, yang membuat tamiang terlihat indah. Tamiang Kuningan ini biasanya digunakan dengan menggunakan janur atau daun kelapa muda, yang dibuat dengan berbentuk bulat seperti tameng dengan variasi jahitan yang berbeda-beda. Setelah tamiang selesai di jahit, tamiang di isi dengan berbagai hiasan yang menghiasi tamiang sehingga terlihat lebih indah dan cantik, selain di isi dengan hiasan seperti pita, tamiang ini juga di isi dengan bunga, “porosan”, serta daun bunga, sehingga tamiang Kuningan menjadi sangat Indah dan berwarna. Tamiang Kuningan ini di pasang di sanggah-sanggah yang ada di rumah serta di tempat-tempat tertentu, seperti di penjor, pintu rumah, di sepeda motor ataupun di mobil, serta di pasang di meja banten. Tamiang Kuningan ini di percaya bermakna perlindungan karena bentuknya yang bulat sehingga menyerupai perisai, selain itu juga di percaya sebagai lambang dari Dewata Nawa Sanga, dimana merupakan penguasa Sembilan arah mata angin. Selain itu Tamiang Kuningan ini juga di sebut dengan cakraning Pangglingan yang memiliki makna atau arti perputaran roda alam. Di dalam agama Hindu, berbagai hal atau simbol-simbol yang digunakan pada saat hari raya memiliki makna yang sangat luas serta beragam, sehingga sarana atau simbol yang digunakan pada hari raya itu dianggap suci dan harus ada pada saat hari raya tersebut dilaksanakan. Intinya makna dari Tamiang Kuniang ini adalah lambang perlindungan diri dari berbagai bahaya. Serta pada saat menyambut hari raya Kuningan juga harus memiliki rasa ikhlas sehingga bisa dilimpahkan anugerah oleh Ida Sang Hyang Widhi.

Jurusan Pendidikan Dasar

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline