Lihat ke Halaman Asli

Tryas Munarsyah

Penulis Lepas di Website Pribadi : www.aslianakmuna.com

Perubahan Paradigma Proses Politik Berbasis Mandat By Name By Adress Satu Paket Sistem Keuangan Nasional

Diperbarui: 10 Oktober 2023   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERUBAHAN PARADIGMA PROSES POLITIK BERBASIS MANDAT BY NAME BY ADRESS SATU PAKET SISTEM KEUANGAN NASIONAL ADALAH SOLUSI ABSOLUT PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI

By : Tryas Munarsyah,  ST

Kejahatan korupsi, masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Hal ini tercermin dari Indeks Corruption Perception Index (CPI) RI yang dirilis oleh Transprancy Internasional (TI). Menurut lembaga yang berpusat di London itu, CPI RI pada tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi. "CPI Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 dari Skala 100. Hal ini memberikan posisi Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei.

Artinya dengan hasil ini, Indonesia hanya mampu menaikkan skor CPI sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak tahun 2012. Situasi ini memperlihatkan respon terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat bahkan terus memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan. (www.ti.or.id).

Apabila ditelusuri lebih jauh, Perilaku Tindak Pidana Korupsi punya kaitan erat dengan kebijakan dan tata kelola pemerintahan yang mempengaruhi transformasi sosial, ekonomi dan politik yang disebut dengan istilah Public Governance oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2008).  Prinsip-prinsip Public Governance yang baik diatur di UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. UU ini mengatur indikator keberhasilan public governance yakni pemerintah yang bebas dari praktik korupsi (Maria & Halim, Jurnal Akuntansi Vol. 11, No.3, October 2021).  Namun penerapan Public Governance tidak serta merta membuat praktik korupsi berkurang. Korupsi di pemerintah daerah justru banyak terjadi hampir di seluruh bagian organisasi (Maria et al., 2019a).

Di Indonesia, tidak sedikit pejabat pemerintah yang terjerat kasus korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 mencatat bahwa di lingkup pemerintahan mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota yakni sebanyak 548 kasus. Lalu diikuti oleh instansi kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi masing-masing sebanyak 422 kasus dan 174 kasus. Sebarannya menempatkan anggota DPR dan DPRD sebagai penyumbang kasus korupsi terbanyak di tanah air dengan total 310 kasus. Sementara itu eselon I/II/III menempati posisi ke-2 dengan total 260 kasus korupsi, diikuti profesi lainnya sebanyak 207 kasus, menempatkannya di posisi ke-3. 

Adapun posisi ke-4 diraih oleh walikota/bupati dan wakil dengan total 154 kasus korupsi hingga 3 Januari 2022. Bahkan dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi pun tidak terlepas dari jerat perilaku Extra Ordinary Crime "Tindak Pidana Korupsi" . Di mana salah satu pegawainya melakukan mark-up anggaran uang dinas mencapai Rp 550 juta dalam setahun dengan memanipulasi tambahan orang yang melakukan perjalanan dinas. Sungguh prestasi yang berakibat pada citra integritas lembaga dengan sebutan super body tersebut.

Data tindak Pidana Korupsi oleh beberapa lembaga di atas tak terkecuali KPK itu sendiri diakibatkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi baik itu internal/pribadi dan eksternal. Faktor internal biasanya di dominasi karakter diri yang tamak/rakus terhadap materi, moral diri yang lemah, dan gaya hidup konsumtif yakni hidup foya-foya meski pendapatan tidak sesuai. "Lebih Besar Pasak daripada Tiang". Sedangkan faktor eksternal umumnya fokus pada masalah Hukum-Ekonomi-Politik. 

Di luar aspek hukum, aspek Ekonomi-Politik memiliki keterikatan yang sangat kuat satu sama lain. Inilah lingkaran setan tindak pindana korupsi selama ini. Karena faktanya faktor internal berupa integritas jati diri ini telah ada dan diprogramkan oleh partai poltik melalui Pendidikan Politik dalam rangka Pencegahan Korupsi atau aktivitas lainnya oleh partai yang memuat program Anti Korupsi. Hal ini di perkuat dengan adanya kerjasama  partai politik (parpol) dengan KPK dalam menerapkan pendidikan antikorupsi bagi politikus yang merupakan pion pejabat publik.Pendekatan pendidikan antikorupsi inilah yang kerap digembar-gemborkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai cara pertama mengatasi korupsi sebelum upaya penindakan. Olehya meski integritas perilaku anti korupsi  diri telah  di upayakan dengan maksimal, faktanya  praktek Tindak Pidana Korupsi masih saja terus menjadi momok di masyarakat hingga saat ini.

Demikian halnya kalau kita melihat dari aspek hukum itu sendiri. Perbaikan melalui Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU No.19 Tahun 2019, merupakan strategi pemerintah mengurangi penegakan hukum. Bahkan menggeser upaya penindakan menjadi pencegahan korupsi. Namun hal ini belum juga menjadi acaman bagi pelaku korupsi. Sementara program pemberantasan korupsi lainnya pun dilakukan baik dalam pelayanan publik dan pelayanan bisnis, seperti digitalisasi pelayanan publik bahkan UU Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar untuk memberantas korupsi melalui pencegahan.

Tetapi merosotnya skor CPI  menunjukkan strategi tersebut tidak berjalan. Disisi lain pemberantasan korupsi di sektor strategis lainnya seperti korupsi politik dan korupsi peradilan juga tidak menunjukkan stagnasi. Kecilnya kenaikan skor WJP-ROL Index dan VDem yang dapat di lihat dari Pelayanan Publik, memberikan bukti pada dua sektor ini tidak ada terobosan kebijakan dalam pemberantasan korupsi. Padahal selama ini dua sektor ini merupakan sektor penting yang menghambat kenaikan indeks persepsi korupsi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline