Lihat ke Halaman Asli

Rahasia Dibalik Kafein Pada Kopi

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Siapa yang tidak tahu mengenai kenikmatan secangkir kopi apalagi dinikmati pada waktu yang tepat untuk meningkatkan mood, konsentrasi dan terjaga dari kantuk. Ketika memulai aktivitas, para penggemar kopi pasti tidak mungkin melewati waktu tanpanya. Bagi mereka kopi bagaikan teman kerja yang harus selalu ada karena mereka memiliki kenikmatan tersendiri dalam meminum secangkir kopi. Namun dilain pihak, banyak terjadi kontroversi mengenai salah satu kandungan zat yang ada didalam kopi yaitu zat yang bernama kafein. Mungkin banyak orang yang belum tahu mengenai kafein yang terkandung dalam kopi ini dan seringkali orang berpikir kopi adalah minuman yang tidak sehat dikarenakan kandungan kafein yang tinggi dapat menggangu beberapa masalah kesehatan. Padahal tidak sepenuhnya kopi menjadi minuman yang berbahaya jika kita konsumsi dengan tepat

Sekedar pengenalan mengenai kafein, kafein itu sendiri adalah alkaloid yang terdapat di berbagai jenis tanaman yang dikenal dengan beberapa nama lain seperti thein, caffeine, guaranine, mateina, caffeine, methyltheobromine, dan lain-lain. Ciri-ciri kafein dalam bentuk murni berbentuk kristal putih prisma heksagonal, tidak berbau tetapi berasa sangat pahit, dan dapat larut dalam air serta pelarut organik. Komponen-komponen dalam kopi mempunyai kemampuan untuk menstimulasi sistem saraf utama, otot jantung, sistem pernafasan, menunda kelelahan dan memberi efek diuretik pada tubuh manusia.

Kafein dapat dijadikan stimulan dan obat psikoaktif yang mungkin paling dikenal dan digunakan di dunia. Kafein dalam kopi juga dapat memberikan efek positif. Dalam masyarakat kuno ataupun modern kafein dapat digunakan dalam pengobatan asma dan penderita sakit kepala (depresi). Karena berdasarkan kemiripan struktur kimia kafein dengan adenosine didalam tubuh sehingga reseptor adenosine pada sel saraf otak menggantikan adenosine sebenarnya yaitu kafein. Akibatnya, bukannya menenangkan aktivitas sel saraf melainkan meningkatkan sehingga membuat sistem saraf utama kita terus terjaga. Mungkin dalam jangka pendek ini akan menguntungkan tetapi jika dalam jangka yang panjang itu akan mempengaruhi kualitas tidur kita, dalam hal lain metabolisme tubuh kita dapat terganggu.

Kebiasan orang jika merasa lelah, letih atau merasa kantuk, solusi mereka pasti dengan meminum kopi. Padahal tanpa sadar dengan apa yang mereka lakukan membuat tubuh mereka menjadi ketergantungan akan mengkonsumsi kopi khususnya pada orang yang mengkonsumsi secara rutin dan dalam jumlah besar. Penghentian konsumsi kafein secara mendadak pada pengkonsumsi kafein secara rutin kemungkinan akan mengalami gejala sindrom seperti sakit kepala, merasa lelah, mengantuk, sulit kosentrasi, depresi, dan gugup tetapi tidak dalam jangka waktu yang panjang dan bisa dihilangkan dengan mengurangi jumlah kafein yang dikonsumsi secara bertahap.

Mengenai isu yang muncul seperti isu tentang dampak kafein pada meningkatnya penyakit jantung sepertinya belum bisa dibuktikan terkait dari laporan-laporan yang telah dibuat. Hasil penelitian menunjukan tidak adanya hubungan yang jelas. Memang kafein akan meningkatkan denyut jantung serta tekanan darah pada manusia tetapi hanya untuk beberapa saat dan pada tingkatan yang rendah (Cameron dan Modell, 1990). Selain itu, ada juga isu dalam resiko kanker. Menurut International Agency Research in Cancer, bukti adanya pengaruh kafein akan terjadinya kanker pada pankreas, sel telur atau payudara belum cukup. Selain itu ditemukan adanya pengaruh positif kafein terhadap kanker kolon dan hal itu masih dalam penelitian lanjutan.

Selain itu, kafein memang nampaknya kurang baik untuk para penderita maag karena itu akan memicu peningkatkan asam-asam pada pencernaan tubuh. Hal itu telah dibuktikan pada hewan yang diberi kafein dalam dosis tinggi dan mengakitbatkan kerusakan pada lapisan dalam (mukosa) pencernaan. Selain itu, setelah mengkonsumsi kafein dalam dosis tinggi menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih aktif dan sulit terkontrol.

Varietas atau jenis kopi sangat banyak dan kadar kafein yang terkandung juga berbeda. Misalnya kopi robusta memiliki kandungan kafein sekitar (2.56%) lebih tinggi daripada kopi arabika sekitar (1.3%). Hal ini juga tergantung pada saat dimana proses penyangraian, penyeduhan serta bagaimana cara penyajian kopi itu dibuat. Oleh karena itu, mengkonsumsi kopi dengan memiliki kadar kafein harus dengan batas yang aman. Produsen kopi harus mulai mempertimbangkan konsumen untuk dapat mengkonsumsi kopi dengan rasa, aroma, dan fungsi yang sama tanpa membahayakan konsumennya. Dan bagi konsumen sendiri harus bisa mengontrol dirinya dalam mengkonsumsi kopi dalam jumlah tertentu.

Menurut Prof. C Hanny W mengatakan bahwa, makanan dan minuman seyogyanya suatu hiburan, memang tidak ada salahnya kita menikmati pangan kegemaran. Terbukti bahwa mengkonsumsi pangan yang kita sukai akan menstimulasi β-endorphin yang dikenal sebagai komponen pencerah perasaan, hanya saja perlu diatur agar kenikmatan maksimum dapat diperoleh tanpa konsumsi berlebihan sehingga rasa bersalah tidak terikut didalamnya.

Source :

Wijaya, C Hanny. (2006, Mei). “Kafein Stimulan Populer yang Kontroversial”. Food Review Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline