Lihat ke Halaman Asli

arie setiawan

freelance writer

Tepatkah Kebijakan Subsidi Beras untuk (Memiskinkan) Petani?

Diperbarui: 29 Juli 2017   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Nasi merupakan makanan pokok yang mayoritas dikonsumsi oleh setiap orang di Indonesia. Bahkan ada anggapan bahwa sebelum makan nasi orang cenderung menganggap belum makan. Makanan yang mengandung banyak nutrisi seperti protein, karbohidrat dan, lemak serta vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh agar dapat melakukan aktivitas normal sehari-hari. Nasi putih tinggi akan karbohidrat dimana nutrisi ini adalah yang nutrisi yang tercepat untuk diubah menjadi energi. Sedangkan kandungan asam amino dalam nasi putih berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan otot. Berikut ini adalah kandungan gizi nasi putih per 100 gr diantaranya :

  • Kalori 129
  • Lemak 0,28 gr
  • Karbohidrat 27,9 gr
  • Protein 2,66 gr

Rinciannya adalah Kalori: 2% lemak, 89% karbohidrat, 9% protein.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kandungan nutrisi yang ada didalam seonggok nasi merukan nutrisi yang sangat penting dan dibutuhkan oleh tubuh. Pantaslah jika hampir seluruh warga Indonesia menggantungkan nasi sebagai bahan makanan pokok konsumsi harian mereka, termasuk saya juga. hehe. Namun bagaimana jika keberadaan nasi putih ini hilang dari menu wajib harian kita? Apakah akan ada pengganti yang sepadan untuk memenuhi kepuasan konsumen akan kebutuhan nasi putih? 

Saya sendiri juga tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada tubuh saya ketika kebutuhan konsumsi akan nasi ini tidak terpenuhi. Wajar saja kekhawatiran saya itu muncul, lantaran berbagai hal dapat mempengaruhi ketersediaan beras dipasaran. Sebut saja ketersediaan lahan yang semakin sempit, tingginya cost produksi beras, semakin tidak eksisnya sektor pertanian bagi masyarakat yang kini lebih berpaling ke sektor industri, dan masih banyak lagi tentunya.

Akhir-akhir ini muncul berbagai kabar mengenai peredaran beras premium yang sebenarnya kualitasnya sama dengan beras menengah. Sebenarnya apakah perbedaan beras premium dan beras medium ini? Istilah premium diberikan kepada beras yang melalui uji SNI, sedangkan beras medium tidak melalui proses SNI (biasanya beras yang banyak beredar di masyarakat di kelas menengah ke bawah). Beras premium produktivitasnya hanya 25 persen dari total produksi beras nasional yakni 40 juta ton per hektare. Klasifikasi beras premium disini mungkin tentang keberadaanya mulai dari pembenihan hingga pendistribusian harus melakukan pengujian dan pelaporan kelayakan beras sehingga bisa mendapatka sertifikat SNI. Berbeda dengan beras medium yang keberadaanya bebas ditanam dan beredar dimasyarakat karna tidak harus memenuhi standart mutu yg ditetapkan (SNI). Perbedaan yang sudah pasti adalah disegi harga jual ke konsumen yang cenderung lebih mahal dari beras medium. 

Pada kasus yang terjadi ini adalah adanay isu bahwa beras premium yang dijual merupakan oplosan dari beras medium yang diberi label premium, bukan beras premium sebenarnya. Oplosan disini bukan mencampur 1 jenis beras dg jenis lainya dijadikan 1 layaknya mengoplos miras, tetapi adalah peracikannya. Peracikan yang dilakukan adalah dengan mengoplos beras berjenis IR64 dan turunanya, padahal IR merupakan beras kelas medium. Sebenarnya untuk harga jual dan harga pokok produksi beras medium besaranya telah diatur oleh pemerintah, namun tidak begitu dengan beras premium. Belum ada peraturan yang jelas berapa HPP dan HET untuk beras premium, seharusnya jauh lebih mahal dari beras medium. Seperti diketahui, dalam Permendag 27 Tahun 2017 disebutkan harga acuan beras di tingkat konsumen adalah Rp9.500 per kilogram. Disitu juga diatur harga pembelian di tingkat petani sebesar Rp7.300 per kilogram.

Kenapa pemerintah harus menetapkan harga beras? bukankan saat ini kita telah ikut dalam faham ekonomi kapitalis, dimana harga barang ditentukan oleh mekanisme pasar.

Beras merupakan komoditi yang berkaitan erat dengan perkembangan perekonomian. Keberadaan beras sebagai kebutuhan fundamental dalam konsumsi individu dimasyarakat. Kemampuan konsumsi yang berbeda-beda bagi setiap warga negara dapat memunculkan berbagai permasalahan dalam ekonomi secara nasional. Mengapa keberadaan dan harga beras harus diatur dan ditetapkan oleh pemerintah tidak lain tujuanya adalah untuk menjaga keseimbangan perekonomian nasional. Apabila harga beras tidak diatur oleh pemerintah dan dibiarkan harganya berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar untuk mencapai harga keseimbanganya, maka harga beras akan mahal dan cenderung terus meningkat harganya. 

Hal ini dikarenakan beras merupakan kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh setiap elemen masyarakat, tanpa melihat profesi dan pendapatanya. Dengan kata lain beras merupakan kebutuhan yang harus ada dan terpenuhi bagi setiap individu. Sebagai barang konsumsi utama, tentu setiap orang akan selalu berupaya bagaimana caranya agar kebutuhan akan makan (nasi) tercukupi. Untuk itu, akan terjadi permintaan yang tetap bahkan meningkat terhadap beras seiring peningkatan jumlah penduduk meskipun harganya relatif mahal. Masyarakat ekonomi bawah dengan pendapatan yang terbatas misalnya, harus tetap mengkonsumsi nasi walaupun dengan harga yang mahal.

Apabila terjadi fluktuasi atas harga beras hingga ke level tertinggi, maka akan dapat menimbulkan terjadinya inflasi. Akan ada 2 versi inflasi kedepanya terkait dengan beras sebagai makanan pokok penduduk Indonesia. Pertama adalah berkurangnnya pasokan beras yang beredar dipasaran. Hal ini bisa disenankan karena kurangnya kemampuan petani dalam menyediakan beras untuk konsumsi masyarakat. Semakin terbatasnya lahan pertanian yang tersedia untuk menyemai padi. Tingginya harga pupuk dan distribusi yang tidak merata masih menjadi momok bagi para petani untuk dapat meningkatkat produksi mereka. 

Belum lagi faktor iklim, perubahan iklim yang terjadi membuat adanya pergeseran musim menjadi tidak menentu. Ini salah satu faktor juga yang mempengaruhi keberhasilan pertanian padi. Adanya serangan hawa wereng dan penyakit-penyakit padi lainya menambah penyebab terbatasnya persedian beras yang beredar dipasaran. Ditambah dengan panjangnya rantai distribusi yang mengakibatkan pembengkaan harga beras. Akibatnya adalah pasokan beras yang terbatas sedangkan permintaan tidak berkurang bahkan cenderung semakin bertambah. Cost produksi yang tinggi dan panjangnya rantai distribusi inilah yang menyebabkan kelangkaan beras dipasaran sehingga harga melambung tinggi dan mempengaruhi laju inflasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline