Penyelenggaraan KTT ASEAN dari sisi penerbangan dan secara khususnya penerbangan sipil komersial Indonesia sepertinya masih pada topik implementasi ASEAN Open Sky yang sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2015 dimana Indonesia sudah mentandatanganinya pada tahun 2016.
Sedangkan sub topiknya akan di sekitar keikutsertaan Indonesia yang secara terbatas dengan hanya memberlakukan pada tujuh bandara yang ada di Indonesia untuk penerbangan kargo dan lima bandara untuk penerbangan penumpang.
Ini berarti Indonesia tidak membebaskan bandara-bandara di seluruh kota keduanya dan hanya di lima pintu masuk utama yaitu Medan, Bali, Jakarta, Makassar, dan Juanda Surabaya untuk penerbangan penumpang.
Begitu pula bandara Komodo di Labuan Bajo yang menjadi venue KTT ASEAN tidak termasuk daftar bandara pada ASEAN Open Sky.
Mungkin sampai di sini ada yang bertanya apa itu ASEAN Open Sky?
Untuk menjawabnya, mari kita mulai dengan mendefinisikan kata open sky itu sendiri,
Central Asian Bureau for Analytical Reporting atau CABAR mendefinisikan Open Sky sebagai berikut : "Liberalisation and ease of access and rules of use of national airports for foreign airlines".
Liberalisasi dan kemudahan akses dan peraturan pada penggunaan bandara nasional kepada maskapai asing, dengan definisi ini maka istilah open sky merujuk pada akses dan penggunaan bandara nasional oleh sebuah negara kepada maskapai diluar negaranya.
Namun penjabarannya tidak berhenti di sini, untuk mencapai bandara tersebut maka maskapai perlu juga menggunakan ruang udara dari negara yang memberikan akses bandara.
Penerbangan juga tidak hanya berupa penerbangan penumpang saja melainkan juga penerbangan kargo.