Isu penghapusan Presidential Threshold kembali memanas dan menjadi perbincangan hangat di dunia politik Indonesia. Ambang batas pencalonan presiden yang saat ini menetapkan syarat dukungan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional sedang dalam sorotan tajam. Banyak pihak menyebut aturan ini sebagai penghalang bagi demokrasi yang inklusif.
Mengapa Presidential Threshold Kontroversial?
Bagi sebagian kalangan, aturan ini dianggap membatasi kesempatan munculnya calon presiden berkualitas dari berbagai latar belakang. Hanya partai besar atau koalisi besar yang bisa mengusung kandidat, sehingga pilihan rakyat terkesan "dipersempit."
Sebaliknya, pendukung threshold berargumen bahwa aturan ini penting untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah fragmentasi suara dalam pemilu. Namun, apakah ini benar-benar demi kepentingan rakyat?
Dukungan Penghapusan Menguat
Beberapa partai politik, terutama yang bukan bagian dari koalisi besar, mendorong penghapusan aturan ini. Mereka berpendapat bahwa semakin banyak calon yang bisa maju, semakin baik bagi demokrasi.
Seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Rendra Wijaya, menyatakan, "Penghapusan Presidential Threshold dapat membuka peluang lebih besar bagi munculnya pemimpin alternatif yang benar-benar berakar pada kebutuhan rakyat."
Apa Dampaknya Jika Dihapus?
Jika aturan ini dihapus, peta politik Indonesia akan berubah drastis. Pemilu 2029 bisa menjadi yang paling kompetitif dalam sejarah, dengan lebih banyak calon presiden yang maju tanpa harus tergantung pada dukungan partai besar.
Namun, tantangan baru juga akan muncul. Pemilu dengan banyak calon bisa membingungkan pemilih, dan risiko terpecahnya suara semakin besar. Apakah kita siap menghadapi era baru ini?