Lihat ke Halaman Asli

Sayang Kamu, Udah Gitu Aja...

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu malam dalam perbincangannya di telepon!

“Kamu seneng kenal sama aku?” Tanya Gilang disela-sela perbincangannya dengan Kania.

“Seneng, kenapa gitu?” jawab Kania agak heran.

“syukurlah…!” dengan senyuman halus Gilang menjawab pertanyaan itu. Kemudian Ia melanjutkan, “kamu tahu, apa arti dari sebuah kebahagiaan?”

“Apa?” Tanya Kania.

“Adalah satu sisi dari kehidupan. Sisi dimana hati telah disemayami oleh rasa cinta, dan cinta itu adalah anugrah…” lanjut Gilang.

“oh ya…!” Kania menanggapi.

“kamulah anugrah itu!” Gilang menyeleseikan perkataannya.

“…!” Kania tidak berkata apa pun.

Kemudian Dia melanjutkan perkataannya “beiby, kalau kamu tahu dan bener-bener sadar. Kamu tuh sangat amat sangat pantas untuk bisa lebih bahagia dari pada sekedar ini. Kamu tahu, sejak kapan cinta itu hadir dan bersemayam di dalam hati kita? Jangan pernah tanyakan hal itu, karena sesungguhnya cinta itu memang bersemayam di dalam jauh di lubuk hati kita. Dan cinta itu adalah anugrah dari Allah, maka kamulah anugrah itu.”

Mereka terdiam sejenak, sampai akhirnya Gilang meneruskan kembali perbicaraannya, “apa pun dan bagaimana pun kehidupan kamu, itulah anugrah untuk kamu. Maka nikmatilah anugrah itu.”

Kania tidak banyak bicara, itu kebiasaannya ketika Gilang tengah menjelaskan sesuatu padanya – “membaca buku kehidupan” itu istilah yang Kania berikan untuk Gilang jika sedang memberikan motivasi untuknya. Selain dari pada itu, sepertinya Ia juga memang memiliki kepribadian yang introvert (tertutup). Dia agaknya sulit menceritakan tentang hal-hal pribadinya kepada Gilang, namun apa-apa yang dikatakan Gilang terlebih disaat-saat Dia memberikan semangat kepadanya, perkataannya selalu selaras dengan masalah-masalah yang tengah di hadapi oleh Kania. Seperti yang satu ini, Gilang melanjutkan pembicaraannya yang tengah memberikan pengertian tentang kebahagiaan kepada Kania. Ia seolah-olah tahu dan mengerti apa yang dirasakan oleh Kania dalam menjalani kehidupannya saat itu.

Lanjut Gilang dalam pembicaraannya yang tadi; “Ada pepatah mengatakan, bahwa ‘masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri dan masa kini adalah anugrah’. Beiby, hiduplah di masa sekarang, seandainya kita tahu akan masa lalu, maka manfaatkanlah masa sekarang. Karena hanya inilah waktu kita. Jangan pula kamu risaukan masa depan, karena masa depan kita sesungguhnya ditentukan oleh kita di masa kini.” Seperti biasa, Gilang selalu menyelangi pembicaraannya dengan senyuman, maka Gilang pun tersenyum, lalu melanjutkan pembicaraannya,

“Kamu tahu, hal apa yang paling sulit di dapet?”

“Apa?” Jawab Kania sambil tetap antusias mendengarkan perkataan Gilang.

“Satu detik yang udah lewat! Kenapa? Karena kalau kita sia-siain, yang satu detik itu gak akan pernah balik lagi. Itu maksudku kenapa aku bilang seandainya kita tahu akan masa lalu maka manfaatkanlah masa sekarang, karena hanya inilah waku kita.” Diam sejenak, dan lanjutnya,

“jangan sia-siain hidup kamu! Hidupmu terlalu berarti jika dihabiskan hanya untuk memikirkan masa lalu. Biarlah masa lalu menjadi sejarah hidup kita, nikmatilah sisa hidupmu yang hanya sekejap mata ini. Kamu sangat layak untuk bahagia Sayang.”

Begitulah Gilang, Dia akan selalu memberikan cintanya kepada siapa saja yang mau menerimanya. Tentu saja dengan penyikapan yang berbeda. Untuk Kania, selama Ia mau menerima cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Gilang, maka selama itu pula Gilang akan mencintai dan menyayangi Kania. Sungguh penawaran yang sangat murah. Saat ini 3 tahun sudah Gilang mencintai Kania, dan itu tidak pernah berubah.

Aturan main dalam cinta seorang Gilang sangatlah sederhana. Dia memiliki cinta dan Dia akan mempersembahkannya. “Satu cinta, untuk ‘semua’” Sebuah keniscayaan hidup menurut pemahamannya bahwa mencintai adalah sifat hakiki bagi setiap yang hidup. Bukankah Rasulullah SAW. pernah berkata “belumlah sempurna iman seseorang, jika Ia belum bisa saling menyayangi terhadap sesamanya.” (HR. Bukhori)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline