Lihat ke Halaman Asli

Ko In

TERVERIFIKASI

Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Pengusaha dan Pemilik Brand, Layani Calon atau Konsumenmu dengan Baik

Diperbarui: 2 Februari 2021   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(foto:jogjaadvertising.com)

Pengusaha kawakan dan berpengalaman pasti mengetahui. Bagaimana memperlakukan brand perusahaan itu seperti anaknya sendiri. Berusaha menjaga citra baik brand. Apalagi jika akan melakukan rebranding perlu pertimbangan yang matang. Sebab tidak jarang sebuah brand yang bertahun-tahun melekat erat dalam ingatan masyarakat. Sulit diterima kembali walau produknya tidak berubah.

Menyebut kata kopi atau syrup , pikiran seseorang yang mendengar langsung mengarah ke merek syrup atau kopi tertentu. Demikian pula saat orang  sepeda motor atau celana jeans, dalam pikirannya langsung muncul gambaran brand yang cukup terkenal.

Itu untuk brand atau merek yang sudah memiliki nama. Oleh karena itu mereka tetap berusaha menjaga potitioning di tengah masyarakat lewat berbagai iklan dan promosi atau kegiatan-kegiatan  sosial. Supaya semakin tertanam dalam, tidak hanya dipikiran konsumen tetapi juga di hati masyarakat.

Menjaga citra brand itu bukan semata-mata fokus pada logo perusahaan. Tetapi juga, sikap atau attitude orang yang bekerja di balik brand tersebut. Dari pucuk pimpinan sampai pekerja paling bawah dalam struktur organisasi perusahaan. Dimanapun dan apapun yang dikerjakan oleh salah satu pekerja, staf atau jajaran direksi menjadi cerminan dari perusahaan itu sendiri, di mata masyarakat.

Grafis: evolution.pk

Apakah aktivitasnya berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan kantor dan produk. Akan memberi dampak baik atau buruk pada brand tersebut. Paling baru adalah komentar dari pihak penjual berbagai perlengkapan naik gunung dan pencinta alam. Gara-gara foto salah satu foto konsumen yang di upload, tidak sesuai dengan keinginan penjual atau produsen barang. Hingga akhirnya jadi topik menarik untuk diperbincangkan.

Mereka yang pernah bekerja di bagian advertising, sangat memahami rewelnya klien. Apalagi klien baru dengan usaha baru.

Ego pikiran dan keinginan biasanya harus dituruti walau ahli periklanan dari iklan indoor, outdoor, visual, audio visual, audio sudah memaparkan kelebihan serta kekurangan disertai solusinya. Jika keinginan atau kehendaknya dipenuhi atau dituruti.

(foto: deposit.photos.com)

Tidak sedikit karya iklan yang gagal. Bukan semata-mata kelemahan dan kurang profesionalnya biro iklan. Namun karena ego dan pemaksaan kehendak dari klien sendiri. Padahal sebelum membuat sebuah iklan, diskusi dan pertemuan  yang intensif sering dilakukan. Tujuannya agar masing-masing  paham terkait brand produk.

Pengusaha berpengalaman biasanya mempercayakan apa yang menjadi maksud dan keinginan kepada mereka yang sudah berpengalaman. Cukup menyampaikan maksudnya, berdiskusi, beberapa hari kemudian pihak agen periklanan sudah menawarkan berbagai skets atau rancangan model atau bentuk iklan. Klien tinggal pilih. Selesai.

Bagaimana dengan blogger, vlogger dan pegiat medsos yang tiba-tiba bagai kejatuhan bintang. Karena tren perubahan model informasi. Bak "orang penting" yang kerap diundang kesana kemari oleh klien, teman atau kenalan untuk diminta tolong mempromosikan atau mereview produk. Produk dari sebuah usaha atau brand baru yang juga belum begitu terkenal di masyarkat.

(grafis:wqa.co.id)

Termasuk kemampuan yang beragam dari pegiat medsos, sehingga membuat hasil akhir juga beragam. Ada yang bekerja serius dan profesional cuma mendapat imbalan jasa makan siang bersama dan ucapan "Terimakasih".
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline