Ajakan untuk dolan kuliner dalam rangka launching warung kopi Lumbung Mataram oleh komunitas KJOG (Kompasianer Jogja) saya sepakati. Alasannya sederhana, sudah hampir dua tahun saya tidak menyusuri jalan-jalan sempit di daerah Kotagede Yogyakarta.
Sempit, tidak lebar itulah sensasi yang saya rindukan. Salah satu daerah tujuan wisata yang cukup melegenda dengan tradisi, budaya serta historinya yang tak dapat dilepaskan dari Keistimewaan Yogyakarta.
Mulanya saya mendapat tawaran untuk berangkat bareng bersama Kompasianer Jogja lain dari depan Istana Puro Pakualaman. Awalnya saya setujui mengingat sudah lama saya tidak lewat di dalam seluk beluk jalan Kotagede.
Tapi sensasi berpetualangan di tempat yang lama sudah tidak dikunjungi, sepertinya menggoda terus sejak pagi. Akhirnya saya batalkan ajakan berangkat bareng-bareng ke Lumbung Mataram Kotagede.
Berangkat lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Biasa untuk berjaga-jaga jika tersesat ke sana, kemari. Apalagi jalanan di Kotagede banyak gang yang bisa menghubungkan dari arah manapun. Inilah seninya. Apalagi jika naik motor.
Dapat berinteraksi dengan warga setempat. Sambil menjaga kesopanan serta kesantunan saat bertanya alamat atau tempat. Seperti mematikan mesin, turun dari motor dan mengawali dengan kata-kata. "Maaf….", "Permisi…".
Kata- kata yang sangat jarang saya dapatkan manakala wisatawan lokal dari luar daerah Yogya dengan plat non AB. Tiba-tiba berhenti di dekat kita saat di jalan sambil bertanya, arah atau tempat dan salah satu tujuan wisata di Yogya. Tanpa diawali kata "Permisi" atau "Maaf numpang tanya..".
Bahkan pernah ada pengemudi kendaraan bermotor, teriak-teriak dari seberang jalan berlawanan arah lagi. Nanya arah jalan ke Malioboro. Tanpa turun dari mobilnya. Apa yang diteriakkan pun saya nyaris tak mendengar.
Pengalaman itu sering saya peroleh manakala musim liburan tiba.
Giliran saya mencari Warung Kopi Lumbung Mataram, Purbayan, Kotagede. Jalannya sudah ketemu tapi lokasinya sulit ditemukan.
Saatnya bertanya. Berjumpa dengan orang, berinteraksi dan bersapa dengan orang lain adalah hakekat eksistensi manusia. Tetap dengan masker, untuk masa pandemi ini.