Lihat ke Halaman Asli

Ko In

TERVERIFIKASI

Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Ibu Sulam, di Antara Alun-alun Utara dan Titik Nol Jogja

Diperbarui: 5 November 2020   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Sulam (foto:ko in)

12 tahun tinggal di Yogyakarta ternyata tidak membuatnya bosan. Anak-anaknya sudah meminta pulang atau ikut dengan mereka. Tetapi ibu yang sudah paruh baya ini selalu menolak dengan alasan masih senang tinggal di Yogya.

"Ora papa, nyong isih seneng." Jelas sosok ibu yang logatnya masih kental dengan ngapak-ngapaknya, saat menjelaskan kepada anak-anaknya, waktu  saya menanyakan bagaimana dengan putra-putrinya. 

Ibu yang berasal dari Purwokerto manakala saya temui suatu siang di bulan Oktober di seputaran Titik Nol Yogyakarta. Tepatnya di depan galeri Museum Sono Budoyo Jl. Pangurakan, dahulu dikenal dengan nama Gedung Koni Jl. Trikora.

Lima tahun lalu, suaminya yang bekerja sebagai Abdi Dalem Kraton Yogyakarta meninggal. Tetapi ibu yang memilik nama Indarti merasa masih senang tinggal di Yogya, tidak jauh dari Alun-alun Utara. Sekitar Plengkung Wijilan.

Yang menarik dari Indarti, ibu ini asyik dengan aktivitasnya merajut kristik saat berada di depan galeri Museum Sono Budoyo. Seolah tak peduli dengan lalu-lalang orang berjalan melewatinya dan suara gemuruh mesin kendaraan yang berseliweran di Jl. Pangurakan.

Asyik menyulam (foto:ko in)

Tangannya begitu terampil menyulam. Pekerjaan yang butuh ketelitian dan kecermatan namun ibu Indarti dapat melakukan tanpa bantuan kacamata. Hasil sulaman kristiknya, tidak sedikit jumlahnya. Terlihat dari lipatan kristik yang sudah jadi di tas tersendiri. 

Kira-kira satu minggu ini, Indarti lebih banyak berada di depan galeri karena menunggu orang yang memesan kristiknya dan sekalian menanti seorang teman jelasnya. Biasanya lebih banyak di Alun-alun Utara atau di Pendopo Lawas.

Orang memanggilnya Ibu Sulam

Menurut penuturannya, orang-orang di sekitat Alun-alun Utara dan Titik Nol Yogyakarta lebih sering memanggilnya dengan nama Ibu Sulam. Mungkin karena aktivitasnya di tempat itu lebih banyak menyulam dibandingkan melihat kesibukan orang yang lalu-lalang. 

Dalam mengisi hari-harinya Ibu Sulam lebih sering menyulam kristik bergambar Bung Karno karena lebih banyak peminatnya dibanding sulaman lainnya. Figur Bung Karno walau sudah lama tiada ternyata tetap dan dapat menginspirasi untuk mendapatkan rejeki.

Sulaman kristik (foto: pixabay)

Beberapa tahun lalu, sekumpulan ibu-ibu pernah dalam Paguyuban Pecinta Sulam Yogyakarta. Dimana setiap hari Rabu bertemu dan berkumpul untuk menyulam bersama. Kegiatan ini semacam penyaluran hobi dan tidak untuk bisnis, apalagi mengingat peminat seni sulam sudah semakin berkurang. 

Sementara itu ibu-ibu yang tergabung dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Mekar Berseri di Ngampilan Yogyakarta pernah membuat tas sulam dari pita dan sudah dipasarkan. Bagaimana saat ini ? Waktu bersama zaman terus bergulir. Menyisakan banyak cerita dan tanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline